Selasa, 31 Maret 2009

askep lansia dengan gangguan indra

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jumlah warga usia lanjut di Indonesia yang semakin banyak agaknya tidak terbendung lagi seiringnya usia harapan hidup. Diproyeksikan populasi orang usia lanjut pada tahun 1990-2025 akan naik 414 % suatau angka tertinggi didunia berbagai masalah fisik, psikologi dan sosial akan muncul pada usia lanjut sebagai akibat dari proses menua dan atau penyakit degeneratif yang muncul seiring dengan menuanya seseorang.
Tentu tidak mudah untuk membedakan apakah masalah yang muncul merupakan akibat proses menua atau akibat dari penyakit kronik degeneratif yang diderita sejalan dengan berjalan usia seseorang. Keadaan ini dapat mengakibatkan masalah-masalah yang muncul pada seorang usia lanjut menjadi tidak terkelola dangan baik karena dianggap suatu proses terjadi akibat penuaan atau sebaliknya. Justru ditangani secara berlebihan. Padahal merupakan masalah yang muncul akibat proses menua.
Secara umum proses menua didefenisikan sebagai perubahan yang dikaitkan dengan waktu, akibat universal, intrinsik, progresif dan detrimental. Keadaan tersebut dapat berkurang kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan dan untuk dapat bertahan hidup. Proses menua antar individu dan antar organ tubuh tidaklah sama proses menua amat dipengaruhi oleh penyakit-penyakit degeneratif, kondisi lingkungan serta gaya hidup.
Berbagai pihak menyadari bahwa warga usia lanjut Indonesia yang semangkin bertambah akan membawa pengaruh besar dalam pengelolaan masalah kesehatan. Pengaruh besar tidak saja dari segi kuantitas namun juga kualitas, baik kualitas pelayanan kesehatan. Warga usia lanjut tetap sehat dan mengupayakan agar deteksi dini dapat dilakukan dengan baik merupakan usaha-usaha untuk meningkatkan dan kualitas terhadap usia lanjut.
Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Walaupun demikian, memang harus diakuai bahwa ada berbagai penyakit yang sering menghinggapi pada lansia. Proses menua sudah mulai berlangsung setiap seseorang mencapai usia dewasa, misalnya dengan terjadinya pada otot, pengindaraan baik itu indra penglihatan, penciuman, perabaan, pendengaran dan pengecapan.
Maka dari pada itu, kelompok sangat tertarik untuk membahas yang terkait dengan masalah-masalah yang terjadi pada usia lanjut. Khususnya gangguan pengindraan yang dialami oleh usia lanjut.
B. Ruang Lingkup
Luasnya tingkat permasalahan kesehatan yang terjadi kelompok kami membatasi hanya pada asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan indra.
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah komunitas adalah sebagai berikut:


1. Tujuan Umum
Memperoleh suatu gambaran tentang asuahan keperawatan pada lansia sehat dengan gangguan indra.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi anatomi fisiologi pengindraan.
b. Mengetahui gangguan sistem pengindraan yang terjadi pada lansia
c. Mengetahui diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada lansia dengan gangguan indra
D. Metode Penulisan
Metode penulisan dalam penulisan makalah ini menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan mempelajari buku-buku dan sumber lainya untuk mendapatkan dasar-dasar alamiah.
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalai ini adalah
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang, ruang lingkup, tujuan penulisan, metode dan sistematika penulisan
BAB II : Landasan Teoritis yang terdiri dari anatomi fisiologi, konsep dasar
BAB III : Asuhan keperawatan teoritis
BAB IV : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA



BAB II
LANDASAN TEORITIS

A. Anatomi fisiologi pengindraan
1. Mata
mata adalah organ sensori yang menstranmisikan rangsang memalui saraf pada otak ke lobus oksipital, dimana rasa penglihatan ini diterima.
a. mata eksternal
1). Kelopak mata adalah lipatan-lipatan kulit denga pelekatan otot yang memungkinkannya untuk bergerak. Kelopak mata melindungi bola mata yang berkedip secara reflektif dan menggerakan cairan yang melumasi diatas permukaan mata.
2). Fisura palpebra adalah lubang diantara kelopak mata bagian atas dan bagian bawah. Bulu mata pada tepi kelopak mencegah objek dari udara masuk kemata. Intropion dimana kelopak mata terlipat kedalam sehingga bulu mata menggesek mata menyebabkan abrasi kornea. Ektropion dimana kelopak mata terbalik keluar, mencegah penutupan, dan menyebabkan kemerahan dan kongesti bola mata.
3). Alis mata
Terletak secara transpersal diatas kedua mata sepanjang puncak orbital superior tulang tengkorak. Rambut pendek dan tebal ini mencegah keringat masuk kemata. sesuai proses penuaan alis berubah kelabu.
4). Konjugtiva
Suatu yang tipis, transparan dan mensekresi mucus, terbagi dalah dua bagian : konjungtiva palpebra yang membatasi permukaan interior dari masing-masing kelopak mata dan tampak merah muda berkilauan hingga merah dan konjungtiva bulbaris yang membatasi permukaan anterior bola mata sampai tembus dan tampak jelas. Sesuai dengan proses penuaan, konjungtivca menipis dan bewarna kakuningan.
5). Apratus Lakrimalis
Terdiri dari kelenjar lakrimalis, duktus dan pungta lakrmalis. Kelnjar lakrimalis terletak pada bagian superolateral pada orbit dan dipersarafi oleh saraf kranialis VII ( fasialis ). Kelenjar ini yang melembabkan konjungtiva dan kornea
b. Mata internal
1). Sklera
Sclera atau bagian putih mata tersusun atas jaringan-jaringa elastis dan kolagen yang memberi bentuk dan melindungi struktur-struktur bagian dalam dari bola mata. Beberapa lansia dapat terjadi bintik-bintik coklat pada sklera.
2). Lensa
Lensa memisahkan bola mata dalam dua rongga ; ruang anterior dan posterior. Ruang anterior terlatak didepan iris dan dibelakang kornea. Ruang posterior diantara iris dan lensa. Glokoma suatu penyakit mata yang sering kali berhubungan dengan proses penuaan.
3). Iris
Iris adalah piringan bulat dan berpigmen dikelilingi oleh serat otot polos. Kontraksi serat otot ini mengatur diameter pupil, lubang ditengah iris. Sesuai dengan proses penuaan pulpil menurun dalam ukuran dan kemampuannya untuk kontraksi pada respon dan cahaya akomodasi.
4). Retina
Retina adalah lapisan mata paling dalam dimana bayangan diproyeksikan. Struktur retina tampak dengan optalmokopis meliputi piringan optic atau saraf utama pada saraf optic. Saraf optic : pembuluh-pembuluh darah retina yang timbulm dari piringan optic : macula, dimana penglihatan pusat dan persepsi warna dikonsentrasikan dan latara belakang retina jingga kemerahan itu sendiri.
c. otot-otot ekstraokuler
gerakan-gerakan bola mata dikontrol oleh enam otot ektrinsik : otot rektusuporior, inferior, radial, dan median dan otot-otot obliqsuperior dan inferior. Mata bergerak dalam arah yang sama karena otot pada satu mata bekerja dengan otot yang berhubungan dengan mata yang lainnya. Otot mata dipersarafi oleh tiga saraf cranial, saraf inferior dan otot oblique superior dan inferior. Saraf troklear ( SK IV ) mempersarafi otot oblique superior dan otot abdusen ( SK VI ) mempersarafi otot rektus lateral.
2. Telinga
Telinga adalah organ pendengaran. Saraf yang melayani indra ini adalah syaraf cranial ke-8 atau nervus auditorius.
Telinga terdiri dari tiga bagian yaitu :
a. Telinga luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga ( pinna atau aurikel ) dan saluran telinga ( meatus auditorius eksternus ). Telinga luar merupakan tulang rawan ( kartilago) yang dilapisi oleh kulit, daun telinga kaku tapi juga lentur suara yang tangkap oleh daun telinga mengalir malalui saluran telinga ke gendang telinga. Gendang telinga adalah selaput tipis yang dilapisi oleh kulit yang memisahkan telinga tengah dan telinga luar.
b. Telinga Tengah
Telinga tengah terdiri dari gendang telinga ( membran timpani ) dan sebuah ruang kecil yang berisi udara yang memiliki 3 tulang kecil yang menghubungkan gendang telinga tengah dengan telinga dalam.
Ketiga tulang tersebut adalah:
1) Maleus (bentuknya seperti palu, melekat pada gendang telinga)
2) Inkus (menghubungkan maleus dan stapes)
3) Stapes (melekat pda jendela oval di pintu masuk ke telinga dalam).
Getaran dari gendang telinga diperkuat secara mekanik oleh tulang-tulang tersebut dan dihantarkan ke jendela oval.
c. Telinga dalam
Telinga dalam (labirin) adalah suatu struktur yang kompleks, yang terdiri dari 2 bagian utama:
1) Koklea (organ pendengaran)
Koklea :saluran berongga berbentuk seperti rumah siput, terdiri dari cairan kental dan organ Corti, mengandung ribuan sel-sel kecil (sel rambut).
2) Kanalis semi sirkularis ( organ keseimbangan )
Getaran suara dihantarkan dari tulang pendengaran di telinga tengah, jendela oval di telinga dalam menyebabkan bergetarnya cairan dan sel rambut, Sel rambut yang berbeda memberikan respon terhadap frekuensi suara yang berbeda dan merubahnya menjadi gelombang saraf.
Gelombang saraf ini lalu berjalan disepanjang serat-serat saraf pendengaran yang akan membawanya ke otak. Suara gaduh bisa menyebabkan kerusakan pada rambut. Jika sel rambut rusak tidak akan tumbuh lagi.
Jika telinga terus menerus menerima suara keras maka bisa terjadi kerusakan sel rambut yang progresif dan berkurangnya pendengaran.
Kanalis semisirkuler merupakan 3 saluran yang berisi cairan , berfungsi menjaga keseimbangan. Setiap gerakan kepala menyebabkan cairan di dalam saluran bergerak.
3. Hidung
Hidung merupakan organ penciuman dan jalan utama keluar-masuknya udara dari dan ke paru-paru.
a. Membran mukosa olfaktorius
Reseptor olfaktorius terletak didalam bagian khusus mukosa hidung yang berpigmen kekuning-kuningan.
membran mukosa olfaktorius selalu ditutupi oleh mukus yang dihasilkan oleh glandula bowman.
Mukus mengandung protein yang membantu transpor molekul berbau ke bulbus olfaktorius.
b. Bulbus olfaktorius
Akson reseptor berkahir di antara sel dendrit dan sel mitral untuk membentuk sinap globular kompleks yang dinamakan glomeruli olfaktorius
Hidung juga memberikan tambahan resonansi pada suara dan merupakan tempat bermuaranya sinus paranasalis dan saluran air mata.





B. Konsep Dasar
1. Pengertian
Gangguan sensori/ indra adalah perubahan dalam persepsi derajat serta jenis reaksi seorang yang diakibakan oleh meningkat, menurun atau hilangnya rangsang indra ( Wahjudi Nugroho, perawatan lanjut usia. Hal 92 )
2. Hal-hal yang mungkin menyebabkan gangguan sensorik atau indra
a. Tersekap dalam ruangan yang sempit
b. Tersekap dalam ruangan yang tidak berjendela
c. Rangsangan dari luar secara terus menerus, misalnya penerangan lampu, suara, atau kerumaunan orang
d. Kurangnya rangsangan baru
e. Penempatan klien lanjut usia dalam ruang isolasi..
3. Masalah-masalah sistem pengindraan pada lanjut usia.
a. Gangguan indera penglihatan
1). Perubahan struktur kelopak mata
Dengan bertambahnya usia akan menyebabkan kekendoran seluruh jaringan kelopak mata. Perubahan ini juga disebut dengan perubahan infolusional, terjadi pada :
a). M. Orbikularis
Perubahan pada M. orbicularis bisa menyebabkan perubahan kedudukan Palbebra, misalnya kelopak mata jatuh.
b). Retraktor Palpebra inferior
Kekendoran retractor palpebra inferior mengakibatkan tepi bawah tarsus rotasi / berputar kearah luar.
c). Tarsus
Apabila tarsus kurang kaku oleh karena proses atropi akan menyebabkan tepi atas lebih melengkung kedalam.
d). Tendo Kantus medial / lateral
Perubahan involusional pada usia lanjut juga mengenai tendon kantus medial / lateral sehingga secara horizontal kekencangan palpebra berkurang.
2). Perubahan sistim lakrimal
Kegagalan fungsi pompa pada sistem kanalis lakrimalis disebabkan oleh karena kelamahan palpebra, malposisi palpebra sehingga akan menimbulkan keluhan epipora (sumbatan), Yang mengakibatkan kelenjar lakrimal secara progresif berkurang.
3). Proses penuaan pada kornea
Arcus senilis, merupakan manifestasi proses penuaan pada kornea yang sering di jumpai. Ini memberikan keluhan. Kalaianan ini berupa infiltrasi bahan lemak yang bewarna keputihan, berbentuk cincin dibagian tepi kornea.
4). Perubahan muskulus siliaris
Dengan bertambahnya usia, bentuk daripada muskuls siliaris akan mengalami perubahan. Mengenai manifestasi klinis yang dikaitkan dengan perubahan muskulus siliaris pada lanjut usia, dikatakan bahwa degenarasi muskulus siliaris bukan merupakan faktor utama yang mendasari terjadinya presbiofia. Ini dikaitkan dengan perubahan serabut-serabut lensa yang menjadi padat, sehingga lensa kurang dapat menyesuaikan bentuknya. Untuk mengatasi hal tersebut muskulus siliaris mengadakan kompensasi sehingga mengalami hipertrofi.
5). Perubahan replaksi
Dengan bertambahnya usia penurunan daya akomdasi akan menurun. Karena proses kekeruhan dilensa dan lensa cenderung lebih cembung.
6). Perubahan struktur jaringan dalam bola mata
Semangkin bertambahnya umur nucleus makin membesar dan padat, sedangkan volume lensa tetap, sehingga bagian kortek menipis, elastisitas lensa jadi berkurang, indeks bias berubah (jadi lemah). Yang mula-mula bening trasparan, menjadi tampak keruh ( sclerosis ).
7). Perubahan fungsional
Proses degenerasi dialami oleh berbagai jaringan di dalam bola mata, media refrakta menjadi kurang cemerlang dan sel-sel reseptor berkurang, visus kurang tajam dibandingkan pada usia muda. Keluhan silau ( foto fobi ) timbul akibat proses penuaan pada lensa dan kornea.
Masalah-masalah lainnya yang sering muncul pada lansia dengan gangguan penglihatan adalah sfinter pupil timbul sclerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola), lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarrak, susah melihat dalam keadaan gelap, hilangya daya akomodasi.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik.
2. Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan massa tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
3. Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)
4. Pengukuran gonioskopi :Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glaukoma.
5. Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan data jika TIO normal atau hanya meningkat ringan.
6. Pemeriksaan oftalmoskopi:Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma.
7. Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
8. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosis.


b. Gangguan indra pendengaran
Berbagai pengertian mengenai kelainan pendengaran dan organ yang berhubungan dengan gangguan pendengaran :
1). Gangguan pendengaran tipe konduktif
Gangguan yang bersifat mekanik, sebagai akibat dari kerusakan kanalis auditorius, membran timpani atau tulang-tulang pendengaran. Salah satu penyebab gangguan pendengaran tipe konduktif yang terjadi pada usia lanjut adalah adanya serumen obturans, yang justru sering dilupakan pada pemeriksaan.
2). Gangguan pendengaran tipe sensori neural
Penyebab utama dari kelainan ini adalah kerusakan neuron akibat bising, presbiakusis, obat yang ototoksik, hereditas dan reaksi pasca radang.
3). Persepsi pendengaran abnormal
Sering terdapat pada sekitar 50 % lansia yang menderita presbiakusis, yang berupa suatu peningkatan sensitivitas terhadap suara bicara yang keras.
4). Gangguan terhadap lokalisasi suara
Pada lansia sering kali sudah terdapat gangguan dalam membedakan arah suara, terutama lingkungan yang agak bising.
Masalah-masalah lainya yang sering muncul adalah presbiakusis (hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi atau suara/nada yang tinggi ;suara yang tidak jelas dan sulit mengerti kata-kata, membrane tympani menjadi atropi, terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratin, pendengaran bertambah menurun.
c. Ganggaun indra penciuman
Pada sistem penciuman terjadi pembentukan kartilago yang terus menerus terbentuk didalam hidung sesuai proses penuaan, menyebabkan hidung menonjol lebih tajam. Atropi progresif pada tonjolan olfaktorius juga terjadi, mengakibatkan kemunduran terhadap dalam indra penciuman. Masalah yangsering terjadi pada lansia adalah gangguan pada penciuman terhadap bau-bauan.
d. Gangguan indra pengecap
Kurangnya sensasi rasa dikarenakan pengaruh sensori persarafan. Ketidakmampuan mengidentifiksi rasa secara unilateral atau bilateral. Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi indera pengecapan, hilangnya sensitifitas dari syaraf pengecap dilidah terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap. Masalah yang sering timbul pada lansia adalah kemapuan mengunyah yang semangkin menurun.




BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA SEHAT
DENGAN GANGGUAN SISTEM PENGLIHATAN

Atas dasar penelitian yang dilakukan WHO penyakit Gangguan Penglihatan pada lansia sangat sering terjadi. Berdasarkan survei yang dilakukan di Amerika pada tahun 2004 sekitar 10-12,5% lansia Amerika mengalami gangguan pada sistem penglihatan hanya saja mereka kurang menyadari penyakit yang mereka rasakan (www.google.co.id)
A. Pengkajian
2. Aktivitas / Istirahat :
Perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
3. Makanan / Cairan :
Mual, muntah
4. Neurosensori :
Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa di ruang gelap (katarak). Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut). Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda :
Pupil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan.
Peningkatan penyebab katarak mata.
5. Nyeri / Kenyamanan :
Ketidaknyamanan ringan/mata berair, nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala.
6. Penyuluhan / Pembelajaran
Riwayat keluarga glaukoma, DM, gangguan sistem vaskuler.
Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin. Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.
B. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi
1. Gangguan persepsi sensori : penglihatan b.d gangguan penerimaan;gangguan status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif.
Tujuan :Penggunaan penglihatan yang optimal
Kriteria Hasil
- Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan
- Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut.
Intervensi :
- Pastikan derajat/tipe kehilangan penglihatan
- Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan / kemungkinan kehilangan penglihatan
- Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, mengikuti jadwal, tidak salah dosis
- Lakukan tindakan untuk membantu pasien menangani keterbatasan penglihatan, contoh, kurangi kekacauan,atur perabot, perbaiki sinar suram dan masalah penglihatan malam.
2. Ansietas b. d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri, kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan, ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadian hidup.
Tujuan : Cemas hilang atau berkurang
Kriteria Hasil:
- Pasien tampak rileks dan melaporkan ansitas menurun sampai tingkat dapat diatasi.
- Pasien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah
- Pasien menggunakan sumber secara efektif
Intervensi :
- Kaji tingkat ansietas, derajat pengalaman nyeri/timbul nya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
- Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan mencegah kehilangan penglihatan tambahan.
- Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
3. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan b.d kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah interpretasi, ditandai dengan ;pertanyaan, pernyataan salah persepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
Tujuan : Klien mengetahui tentang kondisi,prognosis dan pengobatannya.
Kriteria Hasil:
- Pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
- Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses penyakit
- Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
- Diskusikan perlunya mengidentifikasi gelaja/tanda.
- Tunjukkan tehnik yang benar pemberian tetes mata.
- Izinkan pasien mengulang tindakan.
- Kaji pentingnya mempertahankan jadwal obat, contoh tetes mata.
- Identifikasi efek samping/reaksi merugikan dari pengobatan (penurunan nafsu makan, mual/muntah, kelemahan, jantung tak teratur dll).
- Dorong pasien membuat perubahan yang perlu untuk pola hidup
- Dorong menghindari aktivitas,seperti mengangkat berat/mendorong, menggunakan baju ketat dan sempit.










BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melewati tiga tahap kehidupan yaitu masa anak, masa dewasa dan masa tua. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran baik secara psikis maupun fisik, kemundurun fisik ditandai dengan kulit mengendor, rambut memutih, penurunan semua fungsi tubuh dan meningkatnya sensitifitas emosional.
Dari penelitian yang dilakukan WHO penyakit yang sering terjadi pada lansia adalah gangguan penglihatan. Mata yang dipakai untuk penglihatan pada lansia akan mengalami kemunduran yang dapat mengakibatkan jarak pandang menjadi berkurang. Di Amerika pada tahun 2004 sekitar 10-12,5% lansia mengalami gangguan sistem penglihatan, hanya saja mereka kurang menyadari penyakit yang mereka rasakan. Didalam Asuhan Keperawatan perawat melakukan pengkajian, mendiagnosa sampai melakukan intervensi untuk membantu lansia yang mengalami gangguan sistem penglihatan.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dibuat maka kelompok mengajukan beberapa saran sebagai pertimbangan untuk meningkatkan derajat kesehatan lansia. Adapun saran-sarannya adalah sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan usia harapan hidup lansia harus lebih menyadari tentang kesehatan dirinya sendiri.
2. Perawat dituntut untuk dapat memahami secara umum tentang konsep dasar perawatan gerontik agar dapat terlaksana asuhan keperawatan yang komperhensif dan memiliki kemampuan dalam melaksanakannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar