Selasa, 31 Maret 2009

Asuhan Keperawatan Psikososial Pada Masa Dewasa

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tingkah laku seseorang dipelajari sepanjang proses kehidupannya ketika menghadapi krisis dan kecemasan akibat stressor. Menurut teori keperawatan, sehat dan sakit jiwa merupakan suatu rentangan yang sangat dinamis dari kehidupan seseorang.
Saat telah menginjak usia dewasa terlihat adanya kematangan jiwa mereka dimana sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup. Menyiapkan diri menjadi dewasa, karena menjadi dewasa adalah sebuah pilihan, maka tentunya harus direkayasa atau disiapkan. Tidak bisa dibiarkan alami. Karena memang menjadi dewasa dalam cara berpikir itu bukan kebetulan, tapi merupakan pilihan.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah “Keperawatan Jiwa”.
2. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Psikososial Pada Masa Dewasa.
3. Untuk lebih memahami tentang Asuhan Keperawatan Psikososial Pada Masa Dewasa..
C. Ruang Lingkup Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, ruang lingkup pembahasannya adalah “Asuhan Keperawatan Psikososial Pada Masa Dewasa”.

D. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, kami menggunakan metode deskriptif dan disesuaikan dengan literatur yang digunakan.
E. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun secara sistematis terdiri dari 3 bab yaitu sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang lingkup penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teoritis, yang terdiri dari pengertian, masalah-masalah kesehatan pada masa dewasa, masalah psikososial
BAB III : Asuhan keperawatan psikososial pada masa dewasa yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, dan intervensi
BAB IV : Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.











BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengetian
Masa ini sering disebut adult, masa dewasa, masa dimana usia sudah berkisar ke angka di atas 21 tahun. Masa dewasa merupakan periode yang penuh tantangan, penghargaan dan krisis. Selain itu masa dimana mempersiapkan masa depan, penentu karier dan masa usia memasuki dunia pekerjaan dan masa dunia perkarieran, masa mempersiapkan punya keturunan dan masa usia matang, masa penentuan kehidupan, dan prestasi kerja di masyarakat, masa merasa kuat dalam hal fisik, masa energik, masa kebal, masa jaya dan masa merasakan hasil perjuangan .
Masa dewasa ditandai kemampuan produktif dan kemandirian. Menurut Prof. Dr. A.E Sinolungan (1997), masa dewasa dapat di bagi dalam beberapa fase yaitu:
1. Fase dewasa awal
Fase dewasa awal (20/21-24 tahun), seorang mulai bekarya dan mulai melepaskan ketergantungan kepada orang lain. Tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa awal yaitu:
a. mereka mendapat pengawasan dari orang tua
b. mereka mulai mengembangkan persahabatan yang akrab dan hubungan yang intim di luar
c. mereka membentuk seperangkat nilai pribadi
d. mereka mengembangkan rasa identitas pribadi
e. mereka mempersiapkan untuk kehidupan kerja
2. Fase Dewasa tengah
Fase dewasa tengah (25-40 tahun) ditandai sikap mantap memilih teman hidup dan membangun keluarga. Dewasa tengah menggunakan energy sesuai kemampuannya untuk menyesuaikan konsep diri dan citra tubuh terhadap realita fisiologis dan perubahan pada penampilan fisik. Harga diri yang tinggi, citra tubuh yang bagus dan sikap posiif terhadap perubahn fisiologis muncul jika orang dewasa mengikuti latihan fisik diet yang seimbang, tidur yang adekuat dan melakukan hygiene yang baik.
a. Teori-teori tentang masa dewasa tengah
1) Teori Erikson
Menurut teori perkembangan Erikson, tugas perkembangan yang utama pada usia baya adalah mencapai generatifitas (Erikson, 1982). Generatifitas adalah keinginan untuk merawat dan membimbing orang lain. Dewasa tengah dapat mencapai generatifitas dengan anak-anaknya melalui bimbingan dalam interaksi sosial dengan generasi berikutnya. Jika dewasa tengah gagal mencapai generatifitas akan terjadi stagnasi. Hal ini ditunjukkan dengan perhatian yang berlebihan pada dirinya atau perilaku merusak anak-anaknya dan masyarakat.



2) Teori Havighurst
Teori perkembangan Havighurst telah diringkas dalam tujuh perkembangan untuk orang dewasa tengah (Havighurst, 1972). Tugas perkembangan tersebut meliputi:
a) Pencapaian tanggung jawab social orang dewasa
b) Menetapkan dan mempertahankan standar kehidupan
c) Membantu anak-anak remaja tanggung jawab dan bahagia
d) Mengembangkan aktivitas luang
e) Berhubungan dengan pasangannya sebagai individu
f) Menerima dan menyesuaikan perubahan fisiologis pada usia pertengahan
g) Menyesuaikan diri dengan orang tua yang telah lansia.
b. Tahap-tahap perkembangan
1) Perkembangan fisiologis
Perubahan ini umumnya terjadi antara usia 40-65 tahun. Perubahan yang paling terlihat adalah rambut beruban, kulit mulai mengerut dan pinggang membesar. Kebotakan biasanya terjadi selama masa usia pertengahan, tetapi juga dapat terjadi pada pria dewasa awal. Penurunan ketajaman penglihatan dan pendengaran sering terlihat pada periode ini.



2) Perkembangan kognitif
Perubahan kognitif pada masa dewasa tengah jarang terjadi kecuali karena sakit atau trauma. Dewasa tengah dapat mempelajari keterampilan dan informasi baru. Beberapa dewasa tengah mengikuti program pendidikan dan kejuruan untuk mempersiapkan diri memasuki pasar kerja atau perubahan pekerjaan.
3) Perkembangan psikosial
Perubahan psikososial pada masa dewasa tengah dapat meliputi kejadian yang diharapkan, perpindahan anak dari rumah, atau peristiwa perpisahan dalam pernikahan atau kematian teman. Perubahan ini mungkin mengakibatkan stress yang dapat mempengaruhi seluruh tingkat kesehatan dewasa.
3. Fase dewasa akhir
Fase dewasa akhir (41-50/55tahun) ditandai karya produktif, sukses-sukses berprestasi dan puncak dalam karier. Sebagai patokan, pada masa ini dapat dicapai kalau status pekerjaan dan sosial seseorang sudah mantap.
Masalah-masalah yang mungkin timbul yaitu:
a. Menurunnya keadaan jasmaniah
b. Perubahan susunan keluarga
c. Terbatasnya kemungkinan perubahan-perubahan baru dalam bidang pekerjaan atau perbaikan kesehatan yang lalu
d. Penurunan fungsi tubuh
Selain itu, masa dewasa akhir adalah masa pensiun bagi bagi pegawai menghadapi sepi dan masa masamemasuki pensiun. Biasanya ada PPS ( Post Power Sindrom) misalnya biasa seseorang menjabat kemudian tidak, rasanya ada perasaan down sindrom.
Faktor – faktor yang mempengaruhi pengawasan tugas perkembangan ini, individu mengalami PPS. Misalnya penghalangnya adalah:
1. Tingkat perkembangan yang mundur
2. Tidak ada kesempatan untuk mempelajari tugas-tugas perkembangan
3. Tidak ada motivasi
4. Kesehatan yang buruk
5. Cacat tubuh
6. Tingkat kecerdasan yang rendah
7. Tingkat adaptasi yang jelek
8. Selain itu, masa dewasa akhir adalah masa pensiun bagi bagi pegawai menghadapi sepi dan masa masamemasuki pensiun. Biasanya ada PPS ( Post Power Sindrom) misalnya biasa seseorang menjabat kemudian tidak, rasanya ada perasaan down sindromAdanya penyakit kronis
Tingkat ketidakmampuan dan persepsi klien pada penyakit dan ketidakmampuan menentukan sampai mana perubahan gaya hidup akan terjadi.
9. Tingkat kesejahteraan
Perawat mengkaji status kesehatan pada klien dewasa tengah. Pengkajian tersebut member arah untuk merencanakan asuhan keperawatan dan berguna dalam mengevaluasi keefektifan intervensi keperawatan.
10. Membentuk kebiasaan sehat yang positif
Kebiasaan adalah sikap atau perilaku seseorang yang biasa dilakukan. Pola perilaku ini didorong oleh seringnya pengulangan sehingga menjadi cara perilaku individu yang biasa.
B. Masalah-masalah psikososial
1. Ansietas
Ansietas adalah fenomena maturasi kritis yang berhubungan dengan perubahan, konflik, dan penegndalian lingkungan yang diterima (Haber at al, 1992).
2. Depresi
Depresi adalah gangguan alam perasaan yang dimanifestasikan dalam berbagai cara. Walaupun usia yang paling banyak mengalami depresi adalah usia 24-25 tahun, tapi juga biasa terjadi pada usia dewasa baya dan mungkin banyak memiliki penyebab (Haber at al, 1992).

Dengan memahami usia/ masa, tahapan hukum dengan ciri-ciri perilaku di masing-masing tahapan perkembangan perawat sedini mungkin dapat mendeteksi secara dini langkah/ upaya perawatan apa yang harus dilakukan sesuai dengan masa tahapan perkembngan manusia. Bagi perawat pribadi teori perkembangan manusia dapat dijadikan masukan pribadi berada pada masa usia tahapan yang mana dirinya pada saat ini maupun pada saat yang akan datang maupun waktu saat sekarang ini ada perilaku khusus yang yang pernah dilalui.
Perawat perlu memahami, mempelajari teori-teori perkembangan manusia atau individu karena tugas perawat dalam merawat individu tentunya dari masa konsepsi yang dialami individu, kehamilan, lahir sampai sakaratul maut.
Perkembangan manusia memiliki tahapan keluasan masa. Masa kematangan sehingga dideteksi dini terhadap masa-masa tertentu dihubungkan dengan teori





BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL
PADA MASA DEWASA
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan untuk mengetahui masalah keperawatan yang terjadi pada klien secepat mungkin sesuai dengan keadaan klien. Pengkajian dapat dilakukan dengan beberapa cara yakini ; wawancara, observasi dan menuju dokumen medik.
Pengkajian ini dilakukan denagan melibatkan keluaraga sebagai orang terdekat yang mengetahui tentang masalah kesehatan klien. Format pengkajian yang digunakan adalah format pengkajan pada klien yang dikembangkan sesuia dengan keberadaaan klien. Format pengkajian yang dikembangkan minimal terdiri atas:
1. Data dasar
a. Identitas
b. Alamat
c. Usia
d. Pendidikan
e. Pekerjaan
f. Agama
g. Suku bangsa
2. Data biopsikososial spiritualkultural
3. Lingkungan
4. Status fungsional
5. Fasilitas penunjang kesehatan
6. Pemerikasaaan fisik
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan proses pikir berhubungan dengan ansietas
Tujuan: proses pikir pasien akan meningkat dengan terapi ansietas
2. Ketidak efektifan koping yang berhubungan dengan ansietas
Tujuan: pasien akan meningkatkan mekanisme koping untuk mengatasi ansietas.
3. Konflik pengambilan keputusan berhubungan dengan ganti karier/ pengunduran diri
Tujuan: menghubungkan keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian dari pilihan-pilihan, menceritakan ketakutan dan keprihatinan mengenai pilihan-pilihan dan respons dari orang lain, dan membuat sebuah pilihan yang diketahui/diberitahu.
4. Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan ketakutan akan kegagalan seksual
Tujuan: menceritakan kepedulian/ masalah mengenai fungsi seksual, mengekspresikan peningkatan kepuasan dengan pola seksual, mengidentifikasi stressor dalam kehidupan, melanjutkan aktivitas seksual sebelumnya, dan melaporkan suatu keinginan untuk melanjutkan aktivitas seksual.

C. Intervensi
Dx 1 & 2
1. Kaji pasien secara cermat untuk memastikan bahwa ansietas pasien bukan gejala yang mendasari proses penyakit, seperti nyeri atau hipoksia
2. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan dan ketakutannya secara verbal
3. Tanyakan pada pasien keterampilan koping yang biasa berhasil digunakan untuk mengatasi stress sebelumnya
4. Berikan obat antiansietas sesuai program dan perhatikan efektifitasnya
5. Tanyakan pada pasien obat apa yang sedang digunakan. Gejala ansietas dapat diakibatkan penggunaan obat-obatan, mencakup kafein, hormone tiroid, aminofilin, obat antidiabetik oral, obat antiinflamasi nonsteroid, steroid, glikosida jantung, dan inhibitor ambilan ulang serotonin selektif. Lebih baik tanyakan pada dokter untuk mengganti dengan obat yang menghasilkan lebih sedikit efek ansietas daripada menambah obat-obatan lain hanya untuk mengatasi tanda dan gejala ansietas
6. Alkohol adalah cara yang biasa digunakan orang untuk pengobatan ansietas, tetapi bukan cara yang baik tidak berbahaya. Pastiakn untuk menanyakan pasien menegani kebiasaannya menggunakan alkohol-jenis apa yang ia minum (bir, anggur, wiski), kira-kira berapa banyak dalam sehari dan sudah berapa lama.


Dx 3
1. Menetapkan hubungan saling percaya dan berarti yang meningkatkan saling pengertian dan perhatian.
2. Memfasilitasi proses pengambilan keputusan yang logis
a. Bantu individu dalam mengenali apa masalah-masalahnya dan dengan jelas mengidentifkasi keputusan yang harus dibuat
b. Gali apa resiko terhadap apa yang timbul dari tidak membuat keputusan
c. Mintalah individu untuk membuat daftar dari semua alternatif atau pilihan yang mungkin
d. Bantu mengidentifikasi kemungkinan hasil dari berbagai alternative
e. Bantu individu untuk menghadapi ketakutan
f. Benahi kesalahan informasi
g. Bantu dalam mengevaluasi alternatif-alternatif berdasarkan pada ancaman potensial atau actual terhadap keyakinan/ nilai-nilai
h. Beri dorongan pada individu untuk membuat keputusan
3. Beri dorongan pada orang terdekat individu untuk terlibat dalam keseluruhan proses pengambilan keputusan
4. Bantu individu dalam proses menggali nilai-nilai dan hubungan pribadi yang mungkin mempunyai dampak pada pengambilan keputusan
5. Dukung individu dalam membuat keputusan yang diketahui meskipun kebutuhan konflik dengan nilai-nilainya sendiri
a. Rundingkan pemuka agamanya sendiri
6. Dengan aktif yakinkan individu bahwa keputusan sepenuhnya ditangan dia dan adalah menjadi haknya untuk melakukan demikian
7. Jangan biarkan orang lain untuk merusak rasa percaya individu dalam pengambilan keputusannya sendiri
8. Kolaborasikan dengan keluarga untuk mengklarifikasi proses pengambilan keputusan
Dx 4
1. Dapatkan riwayat seksual
a. Pola seksual biasanya
b. Kepuasan (individu, pasangan)
c. Penegtahuan seksual
d. Masalah-masalah (seksual, kesehatan)
e. Harapan-harapan
f. Suasana hati, tingkat energy
2. Berikan dorongan untuk bertanya tentang seksualitas atau fungsi seksual yang mungkin mengganggu pasien
3. Gali hubungan pasien dengan pasangannya
4. Jika stressor atau gaya hidup yang penuh stressor berdampak negative terhadap fungsi:
a. Bantu individu dalam memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi stress
b. Dorong identifikasi stressor yang ada dalam kehidupan; kelompokkan menurut individu sebagai dapat mengontrol dan tidak dapat mengontrol:
1) Dapat mengontrol
Keterbelakangan pribadi
Keterlibatan dalam aktivitas komunitas
2) Tidak dapat mengontrol
Mengeluh
Penyakit anak perempuan
c. Lakukan program latihan teratur untuk reduksi stress. Lihat perilaku mencari bantuan kesehatan untuk intervensi
5. Identifikasi pilihan metode untuk melampiaskan energ seksual bila pasangan tidak ada atau tidak ada keinginan
a. Gunakan masturbasi, jika dapat diterima individu
b. Ajarkan keuntungan fisik dan psikologis tentang aktivitas fisik teratur (sedikitnya 3 kali seminggu selama 30 menit
c. Jika pasangan meninggal, gali kesempatan untuk bertemu dan bersosialisasi dengan orang lain (sekolah malam, klub janda/ duda, kerja komunitas)
6. Jika suatu perubahan atau kehilangan bagian tubuh mempunyai dampak negtif terhadap fungsi:
a. Kaji tahapan adaptasi dari individu dan pasangan terhadap kehilangan (mengingkari, depresi, marah)
b. Jelaskan kenormalan dari respon kelanjutan dari kehilangan
c. Jelaskan kebutuhan untuk membagi perhatian dengan pasangan





















BAB IV
PENUTUP
A. maupun Kesimpulan
Tingkah laku seseorang dipelajari sepanjang proses kehidupannya ketika menghadapi krisis dan kecemasan akibat stressor. Menurut teori keperawatan, sehat dan sakit jiwa merupakan suatu rentangan yang sangat dinamis dari kehidupan seseorang.
Saat telah menginjak usia dewasa terlihat adanya kematangan jiwa mereka dimana sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup. Menyiapkan diri menjadi dewasa, karena menjadi dewasa adalah sebuah pilihan, maka tentunya harus direkayasa atau disiapkan. Tidak bisa dibiarkan alami. Karena memang menjadi dewasa dalam cara berpikir itu bukan kebetulan, tapi merupakan pilihan.
B. Saran
Di dalam perkembangan dewasa terdapat berbagai masalah yang apabila tidak diperhatikan maka akan berdampak buruk pada perkembangan dewasa itu sendiri, sehingga sudah seharusnya perkembangan pada dewasa itu dijadikan bahan pikiran pada individu,keluarga masyarakat.












DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 1998. Diagnosa Keperawatan Edisi 6. Jakarta: EGC
Stockslager, Jaime L., 2008. Asuhan Keperawatan Geriatrik Edisi 2. Jakarta: EGC
Label: askep
Tautan: keperawatan

askep muskoskletal:spondilitis tuberkulosis

BAB I
PENDAHULUAN



A. Latar Belakang
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif yang disebabkan oleh mikrobakterium tuberkulosa. Spondilitis tuberkulosa dikenal juga sebagai penyakit Pott atau paraplegi Poot. Penyakit ini merupakan penyebab paraplegia terbanyak setelah trauma, dan banyak dijumpai di Negara berkembang.
Tuberkulosis tulang dan sendi 50% merupakan spondilitis tuberkulosa. Pada negara yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20 tahun. Sedangkan pada negara maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua. Meskipun perbandingan antara pria dan wanita hampir sama, namun biasanya pria lebih sering terkena dibanding wanita yaitu 1,5:2,1. Di Indonesia tercatat 70% spondilitis tuberkulosis dari seluruh tuberkulosis tulang yang terbanyak di daerah Ujung Pandang. Umumnya penyakit ini menyerang orang-orang yang berada dalam keadaan sosial ekonomi rendah (Admin, 2008, http:/www.medicine and lunex.com diperoleh tanggal 22 juli 2008).
Seseorang yang menderita spondilitis akan mengalami kelemahan bahkan kelumpuhan atau paling kurang mengalami kelemahan tulang, dimana dampak tersebut akan mempengaruhi aktifitas klien, baik sebagai individu maupun masyarakat..
Perawat berperan penting dalam mengidentifikasikan masalah-masalah dan mampu mengambil keputusan secara kritis menangani masalah tersebut serta mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan yang lain untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal.
Penulis tertarik menyusun laporan kasus mengenai asuhan keperawatan dengan gangguan sistem muskuloskletal : spondilitis tuberkulosisi di Ruang Saraf (L) RSUD Dr. Soedarso Pontianak dari data tersebut diatas untuk meningkatkan asuhan keperawatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang bertujuan untuk mencegah, meningkatkan dan mempertahankan stasus kesehatan klien.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah :
1. Memperoleh suatu gambaran tentang asuhan keperawatan pada klien dengan spondilitis tuberkulosis.
2. Mengaplikasikan teori kedalam praktek serta menetapkan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sisitem muskuloskletal : spondilitis tuberkulosis.
3. Menerapakan keperawatan dengan pendekatan dan memperoleh pengalaman yang nyata mengenai pelaksanaan proses keprawatan klien dengan spondilitis tuberkulosis.
C. Ruang Lingkup Penulisan
Karena luasnya permasalahan yanga ada dan keterbatasan waktu, maka dalam pembuatan laporan kasus ini penulis membatasi lingkup permasalahan yaitu : Asuahan Keperwatan pada klien dengan gangguan muskuloskeletal : spondilitis tuberkulosis khususnya pada Ny. M di Ruang Saraf (L) Rumah Sakit Umum Dr. Soedarso Pontianak.
D. Metode Penulisan
Metode penulisan dalam penyusunan laporan kasus ini menggunakan metode deskritif dengan pendekatan melalui studi kasus dengan cara pengumpulan data, menganalisa data dan menarik kesimpulan. Untuk melengkapi laporan kasus ini penulis melakukan :
1. Studi kepustakaan yaitu untuk mempelajari buku-buku dan sumber-sumber lainnya untuk mendapatkan dasar-dasar ilmiah.
2. Wawancara pada klien dan pemeriksaan yang di lakukan pada klien
3. Melakukan pengamatan dan perawatan langsung pada klien dengan gangguan system muskuloskletal : spondilitis tuberculosis dengan bekerjasama dengan dengan tim kesehatan lainnya yang memberikan pengobatan dan perawatan pada klien dengan spondilitis tuberkulosis.

E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam laporan ini adalah :
Bab I :Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, tujuan penulisan, ruang lingkup, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II :Landasan teoritis, yang meliputi Anatomi dan Fisiologi dan Asuhan Kepawatan pada klien dengan spondilitis tuberculosis.
Bab III :Laporan kasus menguraikan tentang asuhan keperawatan pada Ny. M di Ruang Saraf (L) di RSUD Dr. Soedarso Pontianak meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi, dan evaluasi.
Bab IV :Pembahasan, meliputi pengkajian diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi, dan evaluasi.
Baba V :Penutup meliputi kesimpulan dan saran.







BAB II

LANDASAN TEORITIS


Penulisan pada Bab ini menguraikan tentang konsep dasar yang terdiri dari anatomi fisiologi tulang belakang, saraf-saraf spinal, konsep dasar spondilitis TB serta asuhan keperawatan pada klien dengan spondilitis TB.
A. Anatomi Fisiologi Tulang Belakang
Medulla spinalis dikelompokan dan dinamai sesuia dengan daerah yang ditempatinya diantaranya tujuh vertebra servikalis, dua belas vertebra torakalis, lima vertebra sakralis, lima vertebra lumbalis dan empat vertebra koksigues. Dari medulla spinalis ini keluar (dan masuk) saraf spinal melalui foramen intervertebralis diantaranya 8 dari servikalis, 12 dari torakalis, 5 dari lumbal, 5 dari sacral dan 1 dari koksigeus.
1. Kolumna vertebralis
Kolumna vertebralis atau rangkaian tulang belakang adalah sebuah stuktur lentur yang terbentuk oleh sejumlah tulang yang disebut dengan ruas tulang belakang dimana berhubungan kokoh satu sama lain, tetapi tetap dapat menghasilkan gerakan terbatas satu sama lain.. Diantara tiap dua ruas tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan. Panjang rangkaian tulang belakang pada orang dewasa dapat mencapai 57 sampai 67 sentimeter. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah tulang-tulang terpisah dan 9 ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang (Price C.Evelyn, 2002, hlm 56 dan Watson Roger, 2002, hlm 156).
Kolumna vertebralis merupakan tulang yang tidak beraturan dan bentuk dari tiap-tiap ruas tulang belakang pada umumnya sama, hanya ada perbedaannya sedikit tergantung pada kerja yang di tanganinya.
Ruas-ruas ini terdiri atas beberapa bagian yaitu :
1. Badan Ruas, merupakan bagian yang terbesar, bentuknya tebal dan kuat terletak disebelah depan
2. Lengkungan Ruas, bagian ini melingkari dan melindungi lubang ruas tulang belakang, terletak disebelah belakang, pada bagian ini dapat beberapa benjolan, yaitu :
a. Prosesus spinosus / taju duri, terdapat di tengah-tengah lengkungan ruas menonjol kebelakang.
b. Prosesus tranversum / taju sayap, terdapat disamping kiri dan kanan lengkung ruas.
c. Prosesus artikulasi / taju penyendi, membantu persedian dengan ruas tulang belakang
Ruas tulang belakang ini tersusun dari atas kebawah dan diantara masing-masing ruas dihubungkan oleh tulang rawan yang disebut dengan cakram antara ruas sehingga tulang belakang bisa tegak dan membungkuk, disamping itu disebelah depan dan di belakangnya terdapat kumpulan serabut-serabut kenyal yang memperkuat kedudukan ruas tulang belakang (Syaifudin, 1997, hlm 21).
Bagian dari ruas tulang belakang meliputi :
a. Vetebra servikalis (tulang leher) ada 7 ruas
Ketujuh vertebra servikalis merupakan vertebra terkecil dan dapat dengan mudah dikenali karena proseksus tranversusnya mengandung foramina untuk tempat lewatnya arteri vertebralis.
Ruas pertama vertebra servikalis disebut atlas yang memungkinkan kepala untuk menganguk. Ruas kedua disebut prosesus odontoid (aksis) yang memungkinkan kepala untuk berputar kekiri dan kekanan.Ruas ketujuh mempunyai taju yan disebut prosesus Prominan.
b. Vertebra torakalis (tulang punggung) terdiri dari 12 ruas
Kedua belas vertebra torakalis lebih besar dari vertebra servikalis dan ukurannya semakin besar dari atas ke bawah, pada bagian dataran sendi sebelah atas, bawah, kiri, dan kanan membentuk persendian dari tulang iga.
c. Vertebra lumbalis (tulang pinggang) terdiri dari 5 ruas
Kelima vertebra lumbalis merupakan vertebra paling besar dan tidak mempunyai segi untuk berartikulasi dengan iga. Prosesus spinosusnya besar dan kuat dan merupakan perlekatan otot.
d. Vertebra sakralis (tulang kelangkangan) terdiri dari 5 ruas
Kelima vertebralis sakralis bergabung menjadi satu tulang besar yang disebut sacrum. Di samping kiri dan kanannya terdapat lubang-lubang kecil 5 buah yang disebut foramen sakralis. Os sacrum menjadi dinding bagian tulang belakang dari rongga panggul.
e. Vertebra koksigilis (tulang ekor) terdiri dari 4 ruas
Tulang koksiges merupakan tulang kecil berbentuk segitiga yang terdiri dari ronnga panggul, dapat bergerak sedikit karena membentuk persendiaan dengan sakrum (Watson Roger, 2002, hlm 158-163 dan Syaifuddin, 1997, hlm 21-22).

2. Saraf-Saraf Spinal
Medula spinalis terdiri dari 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramina intervertebralis (lubang pada tulang bertebra). Saraf-saraf spinal diberi nama sesuai dengan dengan foramina intervertebralis tempat keluarnya saraf-saraf tersebut, kecuali saraf servikal pertama yang keluar diantara tulang oksipital dan vertebra servikal pertama.
Dalam medulla spinal keluar 31 pasang saraf, tediri dari :
a. Servikal : 8 pasang
b. Torakal : 12 pasang
c. Lumbal : 5 pasang
d. Sakral : 5 pasang
e. Koksigial : 1 pasang
Pada semua saraf spinal tersebar ke segmen-segmen tubuh tertentu keculi bagian torakal, saraf-saraf spinal bagian ventral ini saling terjalin sehingga menbentuk jalinan saraf yang disebut pleksus. Dengan demikian pleksus yang terbentuk adalah :
a. Pleksus servikalis. Dibentuk oleh cabang-cabang saraf servikal yang pertama (C1-C4), cabang ini berkerja sama dengan nervus vagus dan nervus assesoris yang menpersarafi otot-otot leher dan bahu, dan juga menpersarafi nervus frenikus yang menpersarafi diagframa.
b. Pleksus brakialis. Dibentuk dari segmen servikal 4 sampai torakal kesatu yang menpersarafi ekstermitas atas.
Cabang-cabangnya pada lengan yang penting adalah :
1) Saraf radial, terletak di sekeliling humerus bagian belakang dan sisi terluar lengan bawah dimana menspersarafi otot-otot ekstensi siku, pergelangan tangan, dan tangan. Cedera saraf radial dapat mengakibatkan wrist-droop, yaitu suatu keadaan di man sendi fleksi tidak dapat di ekstensikan.
2) Saraf ulnar dan medial masing-maisng terletak di sisi dalam dan pada pertengahan dan menpersarafi otot-otot fleksor pergelangan tangan dan tangan. Cedera pada daerah tersebut dapat menyebabkan hiperekstensi dan tangan seperti mencakar (claw-like)
3) Saraf terkecil keempat, yaitu saraf muskulokutaneus mempersarafi fleksor sendi siku bisep.
c. Saraf –saraf torakal tidak membentuk pleksus tetapi keluar dari ruang interkosta sebagai saraf interkostalis. Saraf-saraf ini mempersarafi otot-otot abdomen, otot dada, dan kulit dada.
d. Pleksus lumbalis, saraf lumbal ke-1 dan ke-2 membentuk nervus genitofemoralis yang mengurus persarafan kulit daerah genetalia dan paha. Saraf L2-L4 membentuk obturatorius yang mensarafi otot obturator dan abductor paha bagian sensori mensarafi persendian paha.
e. Pleksus sakralis, dari L4 sampai S5 yang mensarafi otot-otot dan kulit tubuh bagian dan ekstermitas bawah. Saraf utama dari pleksus adalah saraf iskiadiskus/siatik, saraf terbesar dalam tubuh. saraf iskiadikus/siatik menembus bokong dan turun kebawah melalui bagian belakang paha mempersarafi otot pada daerah tersebut
Saraf ini membagi daerah di atas lutut menjadi dua cabang-cabang utama, yaitu :
1) Saraf peroneal, yang mempersarafi otot kaki bagian depan.
2) Saraf tibial, yang mempersarafi otot kaki bagian belakang.
f. Pleksus koksigealis, dengan cabang-cabang saraf dari sakralis bagian bawah, membentuk pleksus kecil kedua di belakang rongga panggul, yang menyuplai otot dan kulit di daerah tersebut, misalnya ruang pelvik mempersarafi otot dan kulit pada daerah tersebut, misalnya otot-otot perineum, spingter eksternal anus, kulit, dan jaringan-jaringan lain genetalia eksternal dan perineum.

C. Konsep Dasar Spondilitis
1. Pengertian
Tuberculosis tulang belakang atau disebut juga spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulose yang bersifat kronik destruktif oleh mikrobakterium tuberkulosa ( Rasjad Chairuddin, 2003, hlm 144 ).
Spondilitis tuberculosis disebut juga penyakit pott. Spondilitis ini sering ditemukan pada vertebra T8 - L3 dan paling jarang pada vertebra C1 – C2 ( Sjam Suhidayat, 1997, hlm 1226 ).
Spondilitis tuberkulosa ialah suatu bentuk infeksi tuberculosis ektrapulmoner yang mengenai tulang belakang (vertebra). Infeksi mulai dari korpus vertebra menjalar ke diskus intervertebralis dan kemudiaan mencapai alat-alat dan jaringan di dekatnya ( http:/www.dokterfoto.com diperoleh tanggal 22 juli 2008 ).
2. Etiologi
Tuberculosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosa ditempat lain ditubuh, 90-95 % disebabkan oleh mikrobakteriumtuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin dan oleh mikrobakterium atipik (Admin, 2008, http:/medicine and lunex.com diperoleh tanggal 22 juli 2008).
3. Patofisiologi
Spondilitis tuberkulosa merupakan kelanjutan dari penyebaran kuman tuberkulosa yang sudah bermukim ditubuh, misalnya di paru atau kelenjar getah bening. Penyebaran itu menyebar melalui darah arteri vertebralis. Kuman tuberkulosa pertama bersarang di korpus vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian depan, atau epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada kortek epifise, diskus intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian korpus ini akan menyebabkan terjadinya kiposis yang dikenal sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung menetap pada vertebra yang bersangkutan, tuberkulosis akan terus menghancurkan vertebra di dekatnya. Kemudian eksudat menyebar kedepan, dibawah ligamentum longitudinal anterior dan mendesak aliran darah vertebra di dekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi keberbagai arah disepanjang ligamen yang lemah.
Sebagai proses kelanjutan dapat berkembang abses yang pada mulanya merupakan tempat hancurnya jaringan yang terkena proses tuberkulosa. Semakin hancur maka terjadilah abses yang pada permulaan merusak ke anterior dan ke samping korpus vertebra. Kemudian dapat terjadi perluasan ke bawah atau merusak ke posterior di sela subdural. Abses pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga timbul paraplegia (http:/www.dokterfoto.com diperoleh tanggal 22 juli 2008).
Perjalanan penyakit ini terbagi menjadi 5 stadium, yaitu:
a. Stadium Implantasi
Setelah bakteri berada di dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6 – 8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak umumnya pada daerah sentral vertebra.
b. Stadium destruksi awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.
c. Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang terjadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus invertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.
d. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu:
Derajat I : Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensori.
Derajat II : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat melakukan pekerjaannya.
Derajat III : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak/aktivitas penderita serta hipoestesia/anesthesia.
Derajat IV : Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan defekasi dan miksi. Tuberkolosis paraplegia atau pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tegantung dari keadaan penyakitnya.
Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan ekstradural dari abses paraventebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra.
e. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang massif disebelah depan (Rasjad Chairuddin, 2003, hlm 146).

4. Manifestasi Klinis
Secara klinis gejala tuberculosis tulang belakang hampir sama dengan tuberculosis pada umumnya, yaitu :
a. Badan lemah / lesu
b. Nafsu makan berkurang
c. Berat badan menurun
d. Suhu sedikit meningkat ( subfebris) terutama pada malam hari
e. Sakit pada punggung
(Rajad Chairuddin, 2003, hlm 146)
Adapun tanda-tanda spondilitis tulang belakang dengan tuberculosis adalah sebagai berikut:
a. Pada leher, jika mengenai vertebra servikal penderita tidak suka memutar kepalanya dan duduk dengan meletakan dagu ditangannya. Dia akan merasa nyeri pada leher atau pundanya. Jika terjadi abses, pembengkakan dengan fluktasi yang ringan akan tampak pada sisi yang sama pada leher di belakang otot sternomastoid atau tonjolan pada bagian belakang mulut (faring).
b. Pada punggung bawah sampai iga terakhir (region torakalis). Dengan adanya penyakit pada region ini, penderita memiliki punggung yang besar. Dalam gerakan memutar dia lebih sering menggerakan kakinya daripada mengayun punggungnya. Saat memungut sesuatu dari lantai dia menukuk lutut sementara punggungnya tetap lurus. Kemudian akan terdapat pembengkakan atau lekukan yang nyata pada tulang belakang (gibus) diperlihatkan dengan korpus yang terlipat.
c. Jika abses ini menjalar menuju dada bagian kanan dan kiri serta akan muncul sebagai pembengkakan yang lunak pada dinding dada (abses dingin yang sama dapat menyebabkantuberkulosis kelenjar getah bening interkosta). Jika menuju ke punggung dapat menekan serabut saraf spinal menyebabkan paralisis.
d. Saat tulang belakang yang terkena lebih rendah dari dada (region lumbal), dimana juga berada di bawah serabut saraf spinal, pus juga dapat menjalar pada otot sebagaimana pada tingkat yang lebih tinggi. Jika ini terjadi akan tampak sebagai pembengkakan lunak atas atau bawah ligamentum pada lipatan paha atau di bawah tetap pada sisi dalam dari paha (abses psoas). Pada keadaan yang jarang pus dapat berjalan menuju pelvis dan mencapai permukaan belakang sendi panggul.
e. Pada pasien-pasien dengan malnutrisi akan didapatkan demam (kadang-kadang demam tinggi), kehilangan berat badan dan kehilangan nafsu makan. Di beberapa negara Afrika juga didapati pembesaran kelenjar getah bening, tuberkel subkutan, pembesaran hati dan limpa.
f. Pada penyakit-penyakit yang lanjut mungkin tidak hanya terdapat gibus (angulasi dari tulang belakang), juga dapat kelemahan dari anggota badan bawah dan paralisis (paraplegi) akibat tekanan pada serabut saraf spinal atau pembuluh darah (http:/www.dokterfoto.com diperoleh tanggal 22 juli 2008).

5.Komplikasi
a. Paraplegi pott, menekan medulla spinalis
b. Immobilisasi
6. Pemeriksan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Peningkatan laju endapan darah (LED) dan mungkin disertai mikrobakterium
2) Uji mantoux positif
3) Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikrobakterium
4) Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limpe regional
5) Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
b. Pemeriksaan Radiologis
1) Foto thoraks untuk melihat adanya tuberculosis paru.
2) Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis disertai penyempitan diskus intervertebralis yang berada di korpus tersebut.
3) Pemeriksaan mieleografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala penekanan sumsum tulang.
4) Foto CT Scan dapat memberikan gambaran tulangsecara lebih detail dari lesi, skelerosisi, kolap diskus dan gangguan sirkumferensi tulang.
5) Pemeriksaan MRI mengevaluasi infeksi diskus intervetebra dan osteomielitis tulang belakang dan adanya menunjukan penekanan saraf (Rasjad Chairuddin, 2003, hlm 146-147 dan Admin, 2008, http:/medice and lunex.com diperoleh tanggal 22 juli 2008).

7. Penatalaksaan atau Pengobatan
Pada prinsipnya pengobatan tuberculosis tulang belakang harus dilakukan segera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia.

Pengobatan terdiri atas:
a. Terapi Konservatif berupa:
1) Tirah baring
2) Memperbaiki keadaan umum penderita
3) Pasang brance pada penderita, baik yang di operasi ataupun yang tidak di operasi.
4) Pemberian obat anti tuberkulosa
Obat-obat yang diberikan terdiri atas:
a) Isonikotinik hidrosit (inti) dengan dosis oral 5 mg/kg BB perhari dengan dosis maksimal 300 mg. Dosis oral pada anak-anak 10 mg/kg BB.
b) Asam paraamino salsilat. Dosis oral 8-12 mg/kg BB
c) Etambutol. Dosis oral 15-25 mg/kg BB perhari
d) Rifamfisin. Dosis oral 10 mg/kg BB diberikan pada anak-anak, pada orang dewasa 300-400 mg perhari
b. Terapi Operatif
Walaupun pengobatan kemotherapi merupakan pengobatan utama bagi penderita tuberculosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan penting dalam beberapa hal yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia, dan kifosis (Rasjad Chairuddin, 2003, hlm 147-148).

C. Asuhan Keperawatan Dengan Klien Spondilitis
1. Pengkajian
a. Observasi/temuan
1). Nyeri vertebra dan kekakuan pada tempat timbulnya, dapat menjalar ke bokong,
2). Keterbatasan mobilitas
3). Keletiahan, malaise, tidak nyaman pada dada.
4). Anoreksia, kehilangan berat badan.
5). Konjungtiva, uretris, poliartritis.
b. Pemeriksaan laboratorium/diagnostik
1). Pemeriksaan radiologi kolumna vertebrata
2). Antigen histokompatibitas HLA B 27 positif
3). LED meningkat
c. Potensial komplikasi
1). Kerusakan neurologis
2). Disfungsi pernapasan, tergantung pada tahap progresifnya
3). Tromboflbilitas
4). Fraktur vertebra
5). Poliartritis
d. Penalaksanaan medis
1). Analgetik, antipirektik agen anti inflamsi nonsteroid, pelunak feces, program latihan, terapi fisik
2). Papan tempat tidur, matras lembut
2. Diagnosa Keperawatan/Intervensi/Evaluasi
Diagnosa keperawatan pada pasien spondilitis adalah :
a. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan muskuloskletal dan nyeri.
Intervensi :
1). Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan
2). Latihan gerak rentang, ambulasi, perawatan diri.
3). Siapkan tempat tidur dengan papan tempat tidur, matras dan bantal kecil, lakukan gosokan punggung dengan sering dan massage.
4). Pantau tanda-tanda vital setiap 4 jam
5) kaji status neurovaskuler, pantau nadi perifer dan periksa warna kulit pada ekstermitas, kehangatan, sensasi, edema dan kelemahan setiap 4 jam
6). Bantu dan ajarkan tentang latihan nafas dalam untuk meningkatkan fungsi pernafasan dan vaskuler perifer
7). Tingkatkan ambulasi serta bantu sesuai kebutuhan
Hasil yang diharapkan/Evaluasi
Pasien : Ikut serta dalam program latihan, mencari bantuan sesuai kebutuhan mempertahankan koordinasi dan mobilisasi sesuai tingkat optimal.

b. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan atau edema
Intervensi :
1). Kaji lokasi, intensitas, dan tipe nyeri: observasi terhadap kemajuan nyeri kedaerah yang baru.
2). Berikan analgesic; kaji efektifitas dari tindakan penurun rasa nyeri.
3). Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk meningkatkan rasa nyaman.
4). Ajarkan dan bantu tehnik alternative penatalaksaan nyeri
Hasil yang di harapkan/Evaluasi
Pasien : Melaporkan penurunan nyeri, menunjukan perilakuyang lebih relaks.
c. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan gangguan struktur tubuh/ gangguan fungsi.
Intervensi ;
1). Berikan waktu dan dorongan untuk mengungkapkan perasaan dan masalah.
2). Berikan lingkungan yang mendukung dan bantu pasien untuk mengidentifikasi pola koping yang positif.
3). Berikan harapan yang realities dan buat sasaran jangka pendek untuk memudahkan pencapain, berikan penghargaan untuk setiap tugas yang dapat dia selesaikan atau upayakan.
4). Berikan dorongan untuk melakukan perawatan diri sesuai toleransi
5). Tingkatkan kepedulian terhadap rencana pengobatan untuk menunda perkembangan deformitas selanjutnya.
Hasil yang diharapkan/Evaluasi
Pasien mengungkapkan /perhatian dan menggunakan keterampilan koping yang positif dalam mengatasi perubahan citra, ikut serta dalam program pengobatan dan mencari bantuan.
d. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit
Intervensi :
1) Tekankan pentingnya dan keuntungan dalam mempertahankan program latihan yang telah di anjurkan
2) Tingkatkan aktivitas terapi fisik : rentang gerak aktif, nafas dalam hindari istirahat yang berlebihan.
3) Perbanyaj diet nutrisi dan masukan cairan yang adekuat
4) Tekankan pentingnya lingkungan yang aman untuk mencegah fraktur
5) Diskusikan tanda dan gejala kemajuan penyakit, peningkatan nyeri dan mobilitas
6) Tingkatkan kunjungan tindak lanjut dengan dokter.
Hasil yang diharapkan/Evaluasi
Pasien : mengungkapkan pengertian proses penyakit, rencana pengobatan, dan gejala kemajuan penyakit (Martin Susan Tuker, 1998, hlm 445-446).
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
.

A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : Ny. M
Umur : 38 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa/suku : Dayak
Pendidikan : Tidak sekolah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status perkawinan : Kawin
Alamat : Jl. Kelam jejora 1 RT II / RW 10 Kab. Sintang
Ruangan : L
No. RM : 798524
Tanggal masuk : 14 Mei 2008
Tanggal pengkajian : 17 juli 2008
Diagnosa medis : Spondilitis Tb Vertebra Torakal 5-6
Penanggung jawab : Tn. I (Suami)
2. Riwayat kesehatan klien
a. Kesehatan masa lalu
Kurang lebih 18 tahun yang lalu klien mengalami jatuh tergelincir dalam posisi terduduk ketika klien ingin mengambil air di sumur. Ketika itu klien mengeluh nyeri dibagian pinggang oleh klien tidak diperiksakan di puskesmas, klien hanya mengatasinya dengan membawa dirinya ke tukang pijit yang ada dikampungnya. Setelah kurang lebih 3 tahun klien mulai merasakan nyeri pada bagian tulang belakang dan oleh klien di biarkan saja dan jika nyeri timbul klien membawanya ke tukang pijit di kampungnya. Sebelum klien masuk kerumah sakit klien juga mengalami batuk berdahak kurang lebih 3 bulan berwarna putih kental. Klien hanya minum obat yang didapatnya di toko obat terdekat. Klien ada riwayat penyakit asma yang telah di dapatnya bersamaan dengan batuk klien.
b. Kesehatan sekarang
1). Keluhan utama / alasan masuk rumah sakit :
Klien mengalami pusing, sakit perut, nyeri ulu hati, susah kencing, dan kedua kakinya lemah serta tidak dapat digerakkan. Setelah 2 hari baru dibawa kerumah sakit Sintang dan dirawat kurang lebih 1 bulan, kemudian dari RS Sintang klien dirujuk ke RSUD Dr. Soedarso dengan keluhan yang sama.


2). Keluhan waktu didata
Pada saat dikaji pada tanggal 17 juli 2007 didapatkan data bahwa :
a. Klien mengatakan nyeri dengan karakteristik :
P : pada saat bergerak.
Q : ditusuk-tusuk.
R : di daerah tulang belakang.
S : 10 (berat sekali).
T : intermiten.
b. Klien mengatakan nyeri pada saat bergerak.
c. Klien mengatakan kedua kakinya tidak bisa digerakkan.
d. Klien mengatakan tidak ada nafsu makan.
e. Klien mengatakan hanya makan 3-5 sendok saja.
f. Klien mengatakan semua aktifitas dibantu oleh keluarga dan perawat.
g. Klein mengatakan semua kebutuhannya dibantu oleh perawat dan keluarga.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Di dalam keluarga klien tidak ada yang mengalami penyakit seperti yang dialami oleh klien yaitu spondilitis tuberkulosis. Juga tidak ada yang mengalami penyakit keturunan seperti DM, hipertensi.


d. Struktur keluarga / genogram



38



Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Penderita
: Tinggal serumah dengan klien

e. Data biologis
1). Pola nutrisi
Di rumah : klien makan 3-4x/hari dengan menu yang bervariasi yaitu nasi, sayur, dan lauk pauk. klien suka makan makanan yang ringan seperti snack dan tidak ada makanan yang membuat klien alergi dan tidak ada pantangan.
Di RS : klien makan 3x/hari dengan menu yang di sediakan dirumah sakit sebanyak 1590 kalori. Klien mengatakan tidak ada nafsu makan, klien hanya makan 3-5 sendok saja, tampak makanan yang tersedia tidak habis, makanan yang tersisa ¾ porsi.
2). Pola minum
Di rumah : Klien minum kurang lebih 1500 cc/hari, klien biasanya minum air putih, kopi, teh, dan susu.
Di RS : Klien minum kurang lebih 1000 cc/hari klien minum air putih dan susu.
3). Pola eliminasi
Di rumah : Klien BAK 4-5x/hari berwarna kuning berbau khas (amoniak) tidak ada keluahan rasa panas atau terbakar. Klien BAB 1-2 x/hari dengan konsisten lembek.
Di RS : Klien terpasang kateter. Klien BAB 1x/hari dengan konsisten lembek.
4). Pola istirahat dan tidur
Di rumah : Klien tidur 5-6 jam dalam sehari dengan menggunakan bantal dan penerangan cukup. Klien tidak pernah tidur siang dan pada malam hari klien tidur kurang lebih 5-6 jam.
Di RS : Klien sulit untuk tidur dikarenakan nyeri pada daerah tulang belakang seperrti ditusuk-tusuk dengan tingkat nyeri 10 (berat sekali) yang klien hanya tidur 3-4 jam dalam sehari.
5). Pola kebersihan
Di rumah : Klien mandi 2x/hari dengan menggunakan sabun, klien gosok gigi 2x/hari menggunakan sikat gigi dan odol, klien cuci rambut seminggu 3x, dan klien potong kuku jika panjang.
Di RS : Klien mandi di seka oleh perawat atau keluarga, klien selama di rumah sakit jarang gosok gigi dan selama klien di rumah sakit baru 1x cuci ranbut dan potong kuku jika panjang.
6). Pola aktifitas
Di rumah : Klien mengatakan tidak pernah berolahraga.
D RS : Klien bedrest total, klien tidak bisa miring kanan dan kiri, aktifitas klien di bantu perawat dan keluarga.
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : Lemah
2) Kesadaran : Compos mentis

3) Tanda-tanda vital : TD = 120/80 mmhg
N = 84x/menit
RR = 24x/menit
S = 36,1º c
- Antropometri
BB Sebelum sakit 61 kg
TB : 155 cm
Lingkar lengan : 25 cm
4) Kepala, leher dan axial :
Kepala : Pada saat di inspeksi rambut berwarna hitam, distribusi merata, rambut tampak kusam, tidak tampak lesi. Pada saat di palpasi tidak terdapat benjolan pada kepala.
Leher : Pada saat di inspeksi tidak tampak pembesaran vena jugularis dan pmbengkakan kelanjar tiroid, tidak tampak lesi. Pada saat di palpasi tidak teraba benjolan pada leher.
Axilla : Pada saat di inspeksi kebersihan kurang, tidak tampak lesi dan tidak tampak pembengkakan kelenjar getah bening. Pada saat dipalpasi tidak tampak benjolan pada axilla



5) Mata
Sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, pupil isokor, reflek cahaya kanan dan kiri baik, lingkaran mata tampak cekung, klien tidak menggunakan alat bantu penglihatan.
6) Telinga
Kedua telinga bentuknya simetris, pendengaran baik ditandai klien dapat menjawab pertanyaan perawat, tampak sedikit serumen, dan klien tidak terlihat menggunakan alat bantu pendengaran.
7) Hidung
Bentuk simetris, pernafasan melalui cuping hidung, mukosa tampak merah muda, penciuman baik, ditandai dengan klien dapat membedakan bau aroma yang di berikan seperti kopi, teh, dan balsem.
8) Mulut dan faring
Bibir tampak kering, gigi tidak lengkap dan tampak kotor, tidak terdapat sariawan maupun pembengkakan pada gusi. Tidak ada keluhan saat menelan. Kebersihan mulut kurang.
9) Dada
a) Rongga thorax
Pada saat di inspeksi bentuk simetris, pergerakan dada regular dan tidak tampak adanya retraksi.


b) Paru-paru
Pada saat di auskultasi tidak terdengar bunyi ronchi, wheezing maupun stridor.
c) Jantung
Pada saat di auskultasi terdengar bunyi S1 (lup) dan S2 (dup) dan tidak terdengar bunyi tambahan S3 (murmur) dan S4 (gallop).
d) Payudara
Pada saat di inspeksi bentuk simetris, tidak ada kelainan. Pada saat di palpasi tidak terdapat benjolan dan masa
10) Abdomen
Kuadran I : Pada saat di inspeksi tidak tampak lesi. Pada saat di palpasi klien tiak merespon rangsangan nyeri tumpul maupun tajam, saat dilakukan reflek dinding perut tidak ada kontraksi otot perut dan tidak teraba pembesaran pada hati, saat di perkusi terdengar bunyi dullness.
Kuadran II : Pada saat di inspeksi tidak tampak lesi, pada saat di palpasi klien tidak dapat merespon rangsangan nyeri tumpul maupun tajam, saat di perkusi terdengar bunyi tympani.
Kuadran III : Pada saat di inspeksi tidak tampak lesi, pada saat di palpasi klien tidak dapat merespon rangsangan nyeri tumpul maupun tajam dan tidak teraba ginjal, pada saat di auskultasi bising usus terdengar sebanyak 10 x/menit.
Kuadran IV : Pada saat di inspeksi tidak tampak lesi, pada saat di palpasi klien tidak dapat merespon rangsangan nyeri tumpul maupun tajam dan tidak teraba ginjal.
11) Genetalia dan rectum
Klien terpasang kateter, kebersihan kurang, pada rectum tidak terdapat hemoroid.
12) Bokong
Terdapat luka dekubitus dengan bentuk bulat kedalam, berwarna merah muda jaringan yang tumbuh 90%, panjang kurang lebih 4 cm, lebar kurang lebih 4 cm, kedalaman kurang lebih 0,5 cm, luasnya 8 cm, terdapat pus. ( derajat 3)
13) Ekstremitas
Atas : Bentuk simetris, pergerakan baik, ditandai klien dapat menggerakkan kedua tangannya, tidak tampak edema.
Bawah : Pada saat dilakukan pemeriksaan fungsi sensori dengan pemeriksaan raba dengan sentuhan kapas maupun tangan, klien tidak dapat merasakannya. Pemeriksaan nyeri dengan di cubit klien langsung merasakan nyeri sehingga kaki klien mampu bergerak mendekati nyeri dan pada pemeriksaan suhu panas atau dingin klien juga tidak dapat merasakan dapat perbedaan suhu. Pada saat di perkusi patella tampak sedikit gerakan dijari kaki.
Kekuatan otot 5 5
1 1
g. Data psikologis
1) Status emosi
Emosi klien stabil, klien tampak sabar dalam menghadapi penyakitnya.
2) Konsep diri
a) Gambaran Diri
Klien mengatakan tidak enak dengan keadaan saat ini karena kedua kaki klien tidak dapat di gerakkan.
b) Identitas diri
Klien dapat menyebutkan nama dan klien mengatakan bahwa klien adalah seorang perempuan.
c) Peran
Klien sebagai ibu rumah tangga dan sebagai ibu dari anak-anaknya yang harus menjaga dan mendidik anaknya.
d) Harga diri
Klien merasa tidak malu dengan keadaannya sekarang, karena klien menganggap ini adalah sebagai ujian.
e) Ideal diri
Klien berharap bisa sembuh dari penyakitnya
3) Gaya komunikasi
Klien dapat berkomunikasi dengan baik, baik dengan perawat maupun dengan orang sekitarnya, klien menggunakan bahasa Indonesia.
4) Pola interaksi
Klien dapat berinteraksi dengan baik, baik dengan perawat maupun dengan orang disekitarnya dan klien mau bekerjasama dalam melakukan tindakan perawatan.
5) Pola koping
Apabila klien mendapatkan masalah, klien selalu bercerita dengan anaknya.
h. Data sosial
1) Pendidikan dan pekerjaan
Klien tidak pernah sekolah, klien bekerja sebagai ibu rumah tangga
2) Hubungan sosial
Hubungan sosial klien baik ditandai dengan klien sering mengikuti kegiatan arisan di kampungnya.
3) Faktor sosialkultural
Klien bersuku dayak, di dalam melakukan tindakan keperawatan tidak ada yang bertentangan dengan kebudayaan klien.

4) Gaya hidup
Klien mulai merokok ketika sudah mempunyai anak dan sampai sekarang pasien juga masih merokok dan klien mempunyai kebiasaan minum-minuman beralkoho pada saat gadis kurang lebih 1 botol sekali minum.
i. Pengetahuan
Klien dan keluarga mengatakan sudah tau penyakitnya dari dokter.
j. Data spiritual
Klien beragama Islam, sebelum sakit klien jarang melakukan sholat 5 waktu, saat sakit klien hanya bisa berdoa semoga cepat sembuh.
k. Data penunjang
Tanggal 24 Juni 2008
LED 1 jam : 122 mm n: L = <15 mm P= <20 mm
2 jam : 120 mm
Tanggal 10 Juli 2008
Albumin : 3,19 g/dl n : 3,4 - 4,8 g/dl
Tanggal 29 mei 2008
Foto lumbal : spondilitis tuberkolosis vertebra thorakal 5-6
l. Pengobatan
Tanggal 19 Juli 2008
a. Pariental
- Cairan clinimix 20 tetes/menit (5,5% Amino Acids with electrolytes dan glukosa 15% with calcium)
- Ranitidine 2x1 ampul (25 mg )
Tanggal 19 Juli 2008
b. Oral
- INH 1x1 ( 300 mg )
- Etambutol 2x1 ( 500 mg )
- Rimfapicin 1x1 ( 450 mg )
- Pyrazinamide 2x1 ( 500 mg )
- Tramadol 2x1 ( 50 mg )
- Amitriptyline 3x1/2 ( 25 mg )
- Caibamazepine 3x1/2 ( 200 mg )
- Parasetamol 3x1 ( 500 mg )
- B1 3x1 ( 10 mg )
- B6 3x1 ( 10 mg )







B. Analisa data
No Data senjang Interpretasi data & kemungkinan penyebab Masalah
1.




















2.
















3.

















4.











5.












DS :
- Klien Mengatakan nyeri dengan karakteristik :
P : pada saat bergerak
Q : ditusuk-tusuk
R : di daerah tulang belakang
S : 10 (berat sekali)
T ; intermiten
- Klien mengatakan nyeri pada saat bergerak.
DO :
- Wajah tampak meringis saat nyeri timbul.
- Foto lumbal : spondilitis TB Vertebra torakal 5-6
- LED 1 jam 112 mm
2 jam 120 mm
- TTV : TD : 120/80
N : 84 x/menit
RR : 24x/menit
S : 36,1 C
DS :
- Klien mengatakan tidak ada nafsu makan.
- Klien mengatakan hanya makan 3-5 sendok saja.

DO :
- Klien tampak lemah
- Tampak makanan yang disediakan tidak habis, makanan yang tesisa ¾ porsi
- Antropometri
BB sebelum sakit 61 kg
TB : 155 cm
Lila : 25 cm
- Albumin 3,19 g/dl

DS :
- Klien mengatakan tidak bisa menggerakan kedua kakinya.
- Klien mengatakan nyeri pada saat bergerak
- Klien mengatakan aktivitasnya dibantu oleh kaluarga dan perawat
DO :
- Klien tampak lemah
- Terdapat luka dekubitus di daerah bokong dengan bentuk bulat kedalam, berwarna merah muda jaringan yang tumbuh 90% panjang kurang lebih 4 cm, lebar kurang lebih 4 cm, kedalaman kurang lebih 0,5 cm, terdapat pus.
- Kekuatan otot 5 5
1 1
DS :
- Klien mengatakan semua kebutuhan dibantu oleh perawat dan keluarga
- Klien mengatakan kedua kakinya tidak bisa digerakkan
DO :
- Klien tampak lemah
- Tampak semua kebutuhan klien dibantu oleh keluarga dan perawat
- Kekuatan otot 5 5
1 1
DS :
- Klien mengatakan tidak bisa tidur karena nyeri dengan karakteristik
P : saat bergerak
Q : di tusuk-tusuk
R : di daerah tulang belakang
S : 10 (berat sekali)
T : intermiten
DO :
- Klien tampak lemah
- Mata klien tampak cekung
- Wajah klien tampak meringis
- TTV = TD : 120/80 mmhg
N : 84x/menit
RR : 24x/menit
S : 36,1º c
Proses imflamasi




















Anoreksia
















Keterbatasan aktivitas : kerusakan neuromuskuler
















Keterbatasan aktivitas : kerusakan neuromuskuler













Nyeri
























Nyeri




















Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh











Kerusakan integritas kulit.















Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL.








Gangguan istirahat tidur.























C. Perencanaan Keperawatan
NO TANGGAL/JAM DIAGNOSA TUJUAN DAN KH INTERVENSI RASIONAL
1.


































2.

























3.





































4.




























5.













































17 juli 2008


































17 juli 2008

























17 juli 2008





































17 juli 2008




























17 juli 2008




























Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan :
DS :
- Klien mengatakan nyeri dengan karakteristik.
P : Pada saat bergerak
Q : Ditusuk-tusuk
P : Nyeri
R : di daerah tulang belakang
S : 10 (berat sekali)
T : intermmiten
- Klien mengatakan nyeri pada saat bergerak.
DO :
- Wajah tampak meringis saat nyeri timbul.
- Foto thorax spondilitis TB vetebra torakal 5-6.
- LED 1 jam 112 mm
2 jam 120 mm
- TTV : TD : 120/80 mmhg
N : 84 x/menit
RR : 24x/menit
S : 36,1 C










Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Anoreksia ditandai dengan :
DS :
- Klien mengatakan tidak ada nafsu makan.
- Klien mengatakaan hanya makan 3-5 sendok saja.
DO :
- Klien tampak lemah
- Tampak makanan yang disediakan tidak habis, makan yang tersisa ¾ porsi.
- Albumin : 3,19 g/dl
- Antorpometri
BB sebelum sakit 61 kg
TB : 155 kg
Lila : 25 kg








Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan keterbatasan aktivitas : kerusakan neuromuskuler ditandai :
DS :
- Klien mengatakan tidak bisa menggerakan kedua kakinya
- Klien mengatakan nyeri pada saat bergerak
- Klien mengatakan aktivitas dibantu oleh keluarga dan parawat
DO :
- Klien tampak lemah
- Terdapat luka dekubitus pada daerah bokong dengan panjang 4 cm, lebar 4 cm, kedalaman 0,5 cm, derajat luka berstadium 4
- Warna luka kemerahan
- Klien bedrest total
- Kekuatan otot 5 5
1 1


















Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler ditandai dengan :
DS :
- Klien mengatakan kedua kakinya tidak bisa digerak.
- Klien mengatakan semua kebutuhan dibantu oleh perawat dan keluarga.
DO :
- klien tampak lemah
- tampak semua kebutuhan klien dibantu oleh keluarga dan perawat
- Kekuatan otot 5 5
1 1















Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri yang ditandai dengan :
DS :
- Klien mengatakan tidak bisa tidur karena nyeri.
P : Pada saat bergerak
Q : Ditusuk-tusuk
R : Di daerah tulang belakang
S : 10 (berat sekali)
T : intermmiten
DO :
- Klien tampak lemah
- Mata klien tampak cekung
- TTV : TD : 120/80 mmhg
N : 84 x/menit
RR : 24x/menit
S : 36,10 C







Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam dengan kriteria hasil :
DS :
- Nyeri berkurang skala 4-6 (sedang)
DO :
- Klien tampak tenang dan tidak meringis lagi.
- LED normal P= <20 mm
- Tanda-tanda vital normal



















Nutrisi terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil :
DS :
- Klien mengatakan sudah ada nafsu makan.
- Klien mengatakan dapat menghabiskan makanan ½ porsi dari yang disediakan.
DO :
- Klien tampak memakan makanan ½ porsi dari yang telah disediakan.
- Albumuin normal







Kerusakan integritas kulit tidak terjadi dan kerusakan neuromuskuler tidak berlanjut setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam ditandai dengan
DS :
- klien mengatakan kakinya sudah bisa sedikit digerakan
- klien mengatakan aktivitasnya sudah bisa ditanganinya sendiri
DO :
- klien mau melakukan rentang gerak aktif dan pasif
- luka dekubitus tampak mengalami perbaikan (derajat luka 3)
- kekuatan otot 5 5
2 2












Kebutuhan ADL klien terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dalam perawatan dengan kriteria hasil :
DS :
- Kebutuhan klien terpenuhi.
DO :
- Klien dapat melakukan aktivitas secara bertahap sedikit demi sedikit.















Kebutuhan istirahat tidur klien terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil :
DS :
- Klien mengatakan sudah bisa tidur.
DO :
- Klien tampak segar
- TTV dalam batas normal.











1. Kaji ulang tingkat nyeri menggunakan skala nyeri 1- 10




2. Berikan lingkungan yang nyaman dan tindakan kenyamanan : mengatur posisi
3. Ajarkan klien untuk tekhnik relaksasi : mengajarkan tehnik nafas dalam




4. Observasi tanda-tanda vital







5.Kolaborasi pemberian analgetik




1. Kaji masukan nutrisi / kalori.





2. Kaji makanan yang disukai klien
3. Anjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering.




4. Evaluasi hasil laboratorium



5. Kolaborasi dengan ahli gizi



1. Kaji keadaan luka, luas luka dan tanda-tanda infeksi




2. Lakukan perawatan luka sesuai dengan kondisi luka.

3. Bantu dalam melakukan latihan gerak rentang aktif dan aktif








4. Ganti posisi klien 2 jam sekali miring kiri dan miring kanan.




5. Massase pada area penekanan : lotion/minyak.




1. Kaji tingkat kemampuan klien dalam beraktivitas.




2. Bantu dalam pemenuhan kebutuhan ADL : personal hygiene, aktivitas
3. Dekatkan alat yang dibutuhkan klien ; botol air minum.




4. Latih klien dalam memenuhi kebutuhannya, sebatas kemampuannya.
5. Anjurkan keluarga atau libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL.

1. Kaji kebutuhan atau kebiasaan tidur klien.


2. Ciptakan lingkungan yang tenang.


3. Anjurkan klien untuk teknik relaksasi dan distrakasi.






4. Anjurkan klien minum susu.




1. Mengetahui karakteristik nyeri dapat membantu mengevaluasi dan menentukan intervensi selanjutnya
2. Menurunkan ketidaknyamanan fisik dan emosional klien

3. Memfokuskan kembali perhatian , meningkatkan rasa kontrol sehingga dapat mengatasi nyeri


4. Pernafasan meningkat sebagai akibat nyeri berhubungan dengan cemas, sementara hilangnya stres akan meningkatkan kecepatan jantung dan TD.
5. Analgetik menurunkan neuron-neuron penyampaian respon nyeri sehingga dapat mengurangi nyeri
1. Mengukur ketidakefektifan masukan nutrisi/kalori dan dapat mengetahui intervensi selanjutnya.
2. Meningkatkan nafsu makan klien
3. Pemasukkan makanan dapat mencegah terjadinya peningkatan asam lambung serta meningkatkan masukan kalori.
4. Penurunan Hb dan albumin merupakan salah satu tanda terjadinya kekurangan nutrisi.
5. Sumber yang efektif mengidentifikasi penyimpangan dari kebutuhan kalori / nutrisi klien
1. Mengetahui sejauhmana kerusakan pada kulit, tanda- tanda infeksi dan mngetahui intervensi selanjutnya
2. Perawatan luka dapat mencegah terjadinya penyebaran luka
3. Latihan gerak rentang aktif dan pasif dapat me meminimalkan atrofi otot, mencegah kontraktur dan mempertahankan fungsi sendi sehingga dapat meminimalkan kerusakan integritas kulit.
4. Meminimalkan kerusakan integritas kulit karena penekanan yang lama dapat mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih jelek.
5.Meningkatkan sirkulasi, melindungi permukaan kulit, dan meminimalkan kerusakan integritas kulit.

1. Kuat atau lemahnya kemampuan dalam beraktivitas dan membantu menentukan intervensi selanjutnya
2. Membantu memenuhi kebutuhan klien.


3. barang – barang didekatkan memudahkan klien menjangkau yang diinginkan sehingga melatih aktivitas dan kebutuhan terpenuhi.
4. Mencegah terjadinya kelemahan otot serta meningkatkan percaya diri

5. Memandirikan keluarga dalam memenuhi kebutuhan ADL klien.
1. Mengetahui kebutuhan atau kebiasaan tidur klien dan menentukan intervensi selanutnya.
2. Lingkungan yang tenang dapat mendukung klien untuk tidur.
3. Memfokuskan kembali perhatian , meningkatkan rasa kontrol sehingga dapat mengatasi nyeri, sedangkan distaksi dapat mengalihkan nyeri dan membuat mata lelah dan kantuk
4. Didalam susu terdapat zat triptopan yang dapat menyebabkan ngantuk.







No Tgl/ Jam Uraian Tindakan Paraf
1


1-6




4



4


1,5




1







1,



2


2



3





1,5




1,2,5





1

1,5




1








1,5



2



2



3



4


3





4


5



6



1,2,5





1,5




1


1,5



1







1,5



3



4



4


2



2



2


2



2



4


5





6



2



1,3,6



1,6 17 juli 2008
07.30

07.35




09.00



09.30


09.35




09.45







09.50



10.00


10.10



11.00





12.10




12.30





18 juli 2008
07.00
07.30




07.45








07.55



08.10



08.15



08.20



08.30


11.00





11.20


11.30



12.00



12.10





12.30




19 juli 2008
07.30

07.45



08.00







08.05



08.10



08.30



09.00


09.30



09.35



10.00


10.15



10.30



10.45


10.55





11.00



11.45



12.00



12.30
- Mengobservasi keadaan klien.
H : Klien tampak lemah dan berbaring di tempat tidur.
- Melakukan pengkajian tentang keluhan yang di alami klien.
R : Klien mau mengungkapkan keluhannya dan mau bekerjasama dengan perawat
- Membantu klien dalam pemenuhan ADL : Memandikan
R : klien mengatakan segar
H : klien tampak bersih
- Mengganti alat tenun.
H : tempat tidur klien tampak rapi dan bersih
- Mengukur tanda-tanda vital.
H : TD : 120/80 mmhg
N : 84x/menit
RR : 24x/menit
S : 36,1º C
- Mengkaji ulang tingkat nyeri
R : klien mengeluh nyeri pada dengan karakteristik :
P : pada saat bergerak
Q : di tusuk-tusuk
R : di daerah tulang belakang
S : 10 (sangat berat)
T : intermiten
- Menganjurkan klien tehnik relaksasi
R : klien mengatakan akan mengikuti anjuran
- Mengkaji ulang pola nutrisi klien.
R : klien mengatakan tidak ada nafsu makan
- Menganjurkan klien makan sedikit tapi sering
R : klien mengatakan mencoba makan sedikit tapi sering
- Mengkaji luka dekubitus.
H : terdapat luka dekubitus dengan panjang kurang lebih 4 cm, lebar kurang lebih 4 cm, kedalaman kurang lebih 0,5 cm, warna luka kemerahan dan luka stadium 4
- Mengukur TTV
H : TD : 120/80 mmhg
N : 80x/menit
RR : 22x/menit
S : 36,3 C
- Memberikan obat oral amitriptyline ( 25 mg ), caibamazepine ( 200 mg ), B1 ( 10 mg ), B6 ( 10 mg ), parasetamol ( 500 mg )
R : Klien mau meminum obatnya
- Mengkaji keadaan umum klien
H : klien tampak lemah
- Mengukur tanda-tanda vital.
H : TD : 140 /80 mmhg
N : 78x/menit
RR : 16x/menit
S : 36,0º C
- Mengkaji ulang tingkat nyeri
H : klien mengatakan nyerinya agak berkurang dari hari sebelumnya.
R : P : pada saat bergerak
Q : di tusuk-tusuk
R : di daerah tulang belakang
S : 7-9 (berat)
T : intermiten
- Menganjurkan tehnik relaksasi jika nyeri timbul
R : klien mau mengikuti anjuran perawat
- Mengkaji ulang pola nutrisi klien
R : klien masih tidak ada nafsu makan dan klien makan hanya 6-7 sendok
- Menganjurkan kembali makan sedikit tapi sering
R : klien mau mengikuti anjuran perawat
- Membantu klien dalam merubah posisi miring kanan
R : klien mengatakan nyeri jika berubah posisi
- Membantu dalam pemenuhan ADL (memandikan)
R : klien mengatakan segar
- Mengganti balutan klien dan melakukan perawatan luka
H : balutan tampak bersih. Tampak luka masih kemerahan dengan panjang 4 cm, lebar 4 cm, dan kedalaman 0,5 cm, ada pus
- Mengganti alat tenun
H : tempat tidur tampak rapi dan bersih
- Mengkaji ulang tidur klien
R : Klien mengatakan sudah bisa tidur tetapi terkadang bangun karena nyeri timbul
- Mengkaji tingkat pengetahuan klien
R : klien mengatakan tidak tau tentang penyakitnya
- Memberi obat untuk klien, parasetamol (500 mg), B1 Pyrazinamide (500), B6 Tramadol (50 mg),amitriptyline (25 mg), caibamazepine (200 mg)
R : klien mau meminum obatnya
- Mengukur tanda-tanda vital
H : TD : 110/80 mmhg
N : 80x/menit
RR : 20x/menit
S : 36,2º C
- Mengkaji keadaan umum
H : Klien tampak lemah
- Mengukur tanda-tanda vital
H : TD : 120/80 mmhg
N : 82x/menit
RR : 16x/menit
S : 36,3º c
- Mengkaji ulang tingkat nyeri
R : Klien mengatakan masih nyeri dengan karakteristik :
P : Saat bergerak
Q : Ditusuk-tusuk
R : Didaerah tulang belakang
S : 7-9 (berat)
T : Intermmiten
- Menganjurkan tehnik relaksasi jika nyeri timbul
R : Klien mau mengikuti anjuran perawat.
- Membantu klien dalam merubah posisi miring kiri
R : Klien mengatakan nyeri jika berubah posisi.
- Memandikan klien ditempat tidur dan memasage punggung klien
R : Klien tampak segar
H : Klien tampak bersih
- Mengganti alat tenun klien
H : tempat tidur tampak bersih dan rapi.
- Mengkaji ulang pola nutrisi klien.
H : Klien masih tidak ada nafsu makan dan klien hanya makan 6-7 sendok
- Menganjurkan klien untuk tetap makan sedikit tapi sering.
R : Klien mau mengikuti anjuran perawat.
- Memasang infus.
H : Infus berhasil dimasukan di tangan sebelah kiri RL 20 tts/mnt
- Memberikan suntikan via infus ranitidin (2ml) l amp
H : Obat masuk melalui via infus dengan lancar.
- Mengganti cairan clinimix 20 tts/mnt (1000 cc)
H : Cairan masuk melalui via infus dengan lancar.
- Mencuci rambut klien.
H : Rambut tampak tidak kusut lagi.
- Mengkaji ulang pola istirahat tidur.
H : Klien sudah bisa tidur walaupun kadang-kadang terbangun dimalam hari karena nyeri timbul.
- Memberikan sedikit informasi tentang penyakitnya
H : klien sudah tahu tentang penyakitnya
- Mengkaji ulang pola nutrisi klien
R : klien sudah ada nafsu makan dan klien dapat mengahabiskan ½ porsi makanan dyang di sediakan
- Memberikan obat untuk klien, parasetamol (500 mg), B1 (10 mg), B6 (10mg), amitriptyline (25 mg), caibamazepine (200 mg)
- Mengukur tanda tanda vital
H : TD : 110/80 mmhg
N : 88x/menit
RR : 24x/menit
S : 36,40 C



(U.Irta.Engish)




(U.Irta.Engish)



(U.Irta.Engish)







(U.Irta.Engish)











(U.Irta.Engish)







(U.Irta.Engish)









(U.Irta.Engish)






(U.Irta.Engish)







(U.Irta.Engish)








(U.Irta.Engish)



(U.Irta.Engish)






(U.Irta.Engish)











(U.Irta.Engish)





(U.Irta.Engish)





(U.Irta.Engish)





(U.Irta.Engish)





(U.Irta.Engish)





(U.Irta.Engish)


(U.Irta.Engish)


(U.Irta.Engish)





(U.Irta.Engish)





(U.Irta.Engish)








(U.Irta.Engish)






(U.Irta.Engish)


(U.Irta.Engish)







(U.Irta.Engish)





(U.Irta.Engish)





(U.Irta.Engish)





(U.Irta.Engish)





(U.Irta.Engish)


(U.Irta.Engish)





(U.Irta.Engish)





(U.Irta.Engish)



(U.Irta.Engish)





(U.Irta.Engish)





(U.Irta.Engish)












(U.Irta.Engish)






(U.Irta.Engish)





(U.Irta.Engish)





(U.Irta.Engish)






(U.Irta.Engish)



D. Evaluasi
No Tgl/ Jam S. O. A. P Paraf
1






1
















2













3


























4
















5










6






1

















2











3


















4












5











6







1











2









3


















4













5.








6

17 juli 2008






17 juli 2008
















17 juli 2008













17 juli 2008


























17 juli 2008
















17 juli 2008










17 juli 2008






18 juli 2008

















18 juli 2008











18 juli 2008


















18 juli 2008












18 juli 2008











18 juli 2008







19 juli 2008











19 juli 2008









19 juli 2008


















19 juli 2008













19 juli 2008








19 juli 2008 S : Klien mengatakan masih nyeri.
P : saat bergerak
Q : di tusuk-tusuk
R : di daerah tulang belakang
S : 10 (berat sekali)
T : intermiten
O : klien tampak meringis.
: klien mengatakan masih nyeri.
P : Saat bergerak
Q: di tusuk-tusuk
R: di daerah tulang belakang
S: 10 (berat sekali)
O : klien tampak meringis
A : maslah belum teratasi
P : lanjutkan tindakan
.- kaji ulang tingkat nyeri menggunakan skala nyeri 1-10
- Berikan lingkingan yang nyaman dan tindakan kenyamanan
- Anjurkan klien untuk tehnik relaksasi jika nyeri timbul
- Observasi tanda-tanda vital
- Kolaborasi pemberian analgetik
S : - Klien mengatakan masih tidak ada nafsu makan.
- Klien mengatakan hanya makan 3-5 sendok saja
O : - klien tampak lemah.
- Tampak makanan yang di sediakan tidak habis, makanan yang tersisa ¾ porsi.
A : masalah belum teratasi.
P : lanjutkan tindakan.
- Kaji ulang masukan nutrisi/kalori
- Anjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering
- Kolaborasi dengan ahli gizi
S : - klien mengatakan kakinya belum bisa digerakan
- Klien mengatakan masih teras nyeri saat bergerak
- Klien mengatakan semua aktivitasnya di bantu oleh keluarga dan perawat.
O :- terdapat luka dekubitus di daerah bokong berbentuk bulat kedalam, warna merah muda jaringan tumbuh 90%, dengan panjang 4cm, lebar 4 cm, lebar 0,5 cm, luas 8 cm.
- tampak tampak tanda-tanda infeksi terdapat pus
- kekuantan otot 5 5
1 1
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan tindakan.
- Lakukan perawatan luka dekubitus
- Bantu dalam melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif
- Ganti posisi klien tiap 2 jam sekali miring kiri dan miring kanan
- Masege pada daerah penekanan
S : Klien mengatakan semua kebutuhan klien di bantu oleh keluarga dan perawat.
O : - klien tampak lemah
- Segala kebutuhan ADL klien di bantu oleh keluarga dan perawat
- Aktivitas klien hanya di tempat tidur
A : Masalah belum teratasi.
P : Lanjutkan tindakan
- Kaji ulang kemampuan klien dalam beraktivitas
- Bantu klien dalam pemenuhan ADL
- Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL klien
S : klien mengatakan tidak bisa tidur di karenakan nyeri
O : - klien tampak lemah
- Mata klien tampak cekung.
A : Masalah belum teratasi.
P : Lanjutkan Tindakan.
- Kaji ulang pola tidur klien
- Anjurkan teknik relaksasi dan distraksi
- Anjurkan klien untuk minum susu
S : klien belum mengerti tentang penyakitnya.
O : klien tampak masih bingung.
A : Masalah belum teratasi.
P : Lanjutkan tindakan.
- Berikan penjelasan tentang penyakitnya
S : Klien mengatakan nyerinya agak berkurang.
P : saat bergerak
Q : di tusuk-tusuk
R : di daerah tulang belakang
S : 7-9 (berat)
T : intermiten
O : klien tampak meringis.
A : masalah teratasi sebagian.
P : lanjutkan tindakan keperawatan sesuai rencana keperawatan
.- kaji ulang tingkat nyeri
- Berikan lingkungan yang nyaman dan tindakan kenyamanan
- Anjurkan kembali klien tehnik relaksasi jika nyeri timbul
- Observasi tanda-tanda vital
S : Klien mengatakan masih tidak ada nafsu makan.
O : - klien tampak lemah.
- Klien hanya menghabiskan 5-7 sendok saja
A : masalah teratasi sebagian.
P : lanjutkan tindakan keperawatan sesuai rencana keperawatan.
- Kaji ulang masukan nutrisi/kalori
Anjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering
S : - klien mengatakan kaikinya masih belum bisa digerakan
- Klien mengatakan semua aktivitasnya dibantu oleh perawat dan keluarga
O : - klien tampak lemah
- tampak semua kebutuhan klien dibantu oleh keluarga dan perawat
- Melakukan perawatan luka
- Kekuatan otot 5 5
1 1
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Lanjutkan tindakan seuai renpra
- Bantu dalam melakukan gerak rentang aktif dan pasif
- Ganti posisi klien miring kanan dan kiri tiap 2 jam
- Massege pada area penekanan
S : Klien mengatakan semua kebutuhan klien di bantu oleh keluarga dan perawat.
O : - klien tampak lemah
- aktivitas klien di bantu oleh keluarga dan perawat
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan tindakan sesuai rencana keperawatan.
- Bantu klien dalam pemenuhan ADL
- Libatkan keluarga dalam pemenuhan ADL
S : klien mengatakan sudah bisa tidur tetapi sering terbangun di karenakan nyeri.
O : - klien tampak lemah
- Mata klien tampak cekung.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Tindakan sesuai rencana keperawatan.
- Anjurkan teknik relaksasi dan distraksi
- Anjurkan ulang untuk minum susu
S : klien tidak tahu tentang penyakitnya.
O : klien bertanya-tanya.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Lanjutkan tindakan sesuai rencana keperawatan.
- Berikan penjelasan tentang penyakitnya
S : Klien mengatakan masih nyeri.
P : saat bergerak
Q : di tusuk-tusuk
R : di daerah tulang belakang
S : 7-9 (berat)
T : intermiten
O : klien tampak meringis jika nyeri timbul.
A : masalah teratasi sebagian.
P : lanjutkan tindakan
- Anjurkan klien untuk tehnik relaksasi jika nyeri timbul.
S : Klien mengatakan sudah ada nafsu makan dan klien dapat menghabiskan makanan ½ dari yang di sediakan.
O : makanan yang disediakan tampak ½ porsi tersisa
A : masalah teratasi sebagian.
P : Lanjutkan tindakan.
- Anjurkan klien untuk tetap makan sedikit tapi sering
S :- klien mengatakan kedua kakinya masih belum bisa digerakkan
- Kliem mengatakan semua aktivitasnya masih dibantu oleh perawat dan keluarga
O : - klien masih tampak lemah
- tampak semua kebutuhan klien dibantu oleh keluarga dan perawat
- luka dekubitus masih dengan kondisi yang sama
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Lanjutkan tindakan.
- Kalaborasi dengan perawat ruangan dalam perawatan luka
- Anjurkan keluarga untuk membantu klien dalam merubah posisi miring kanan atau kiri
S : Klien mengatakan semua kebutuhan klien di bantu oleh keluarga dan perawat.
O : - klien tampak lemah
- Segala kebutuhan ADL klien di bantu oleh keluarga dan perawat
- Aktivitas klien hanya di tempat tidur
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Lanjutkan tindakan
- Anjurkan keluarga untuk memenuhi kebutuhan ADL klien
S : klien mengatakan sudah bisa tidur walaupun kadang-kadang terbangun di malam hari karena nyeri.
O : klien tampak tenang
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Lanjutkan Tindakan.
- Anjurkan klien teknik relaksasi jika nyeri timbul.
S : klien mengatakan tahu tentang penyakitnya.
O : klien tidak bertanya-tanya tentang penyakitnya.
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan tindakan.
























(U.Irta.Engish)












(U.Irta.Engish)



















(U.Irta.Engish)



















(U.Irta.Engish)







































(U.Irta.Engish)










(U.Irta.Engish)
























(U.Irta.Engish)


















(U.Irta.Engish)
















(U.Irta.Engish)

















(U.Irta.Engish)




















(U.Irta.Engish)

















(U.Irta.Engish)












(U.Irta.Engish)


















(U.Irta.Engish)











(U.Irta.Engish)













(U.Irta.Engish)















(U.Irta.Engish)




















(U.Irta.Engish)













(U.Irta.Engish)








(U.Irta.Engish)
BAB IV

PEMBAHASAN


Pada Bab ini penulis membatasi kasus yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, yaitu “Asuhan Keperawatan pada Ny. M dengan Spondilitis Tuberkulosis di Ruang Saraf (L) RSUD Dr. Soedarso Pontianak” yang di lakukan selam 3 hari di mulai dari tanggal 17 Juli 2008 sampai 19 Juli 2008.
Kebutuhan setiap manusia berbeda begitu pula respon terhadap penyakit dan pelayanan kesehatannya, karena itu penulis akan membahas dan menguraikan sejauhmana pelaksanaan dari asuhan keperawatan yang telah diberikan sesuai dengan tahap-tahap proses keperawatan yang meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi, dan evaluasi yang berkaitan dengan landasan teoritis.

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperwatan. Pelaksanaan pengkajian data dapat di peroleh dari berbagai sumber lain wawancara secara langsunsg dengan klien dan keluarga, observasi langsung pada klien, pemeriksaan fisik secara “ Head to Toe”, membaca data pemeriksaan penunjang catatan medis maupun catatan keperawatan.
Pada proses pangkajian penulis mengumpulkan data sesuai dengan data berdasarkan teori yang ada. Untuk data dasar penulis dapatkan dari data catatan keperawatan maupun catatan medis yang ada. Pada saat pengkajian kasus, penulis tidak mengalami hambatan. Tehnik wawancara dilakukan setelah terbina hubungan saling percaya antara penulis, klien dan keluarga menunjukan sikap terbuka dengan memberikan jawaban atas pertanyaan mau menerima sarn dan nasehat yang diberikan sehingga dapat memberikan keterangan yang dibutuhkan untuk asuhan keperawatan.
Penulis disini juga menemukan beberapa hambatan yang sangat berarti yaitu dalam pemeriksaan hasil penunjang dimana penulis tidak menemukan pemeriksaan radiologi foto lumbal yang baru, ditemukan hanya pada tanggal 29 mei 2008 dan merasa kesulitan membaca hasil foto rontgen sehingga untuk menegakan diagnosa keperawatan penulis merasa kesulitan. Pemeriksaan laboratorium terkait mikrobakterium TB masih menggunakan hasil pada tanggal 24 juni 2008 yaitu dari hasil LED, sehingga belum ada pemeriksaan penunjang selanjutnya untuk mengetahui kondisi pada klien lebih lanjut.

B. Diagnosa
Berdasarkan tinjauan teoritis, masalah keperawatan yang terjadi pada klien dengan spondilitis tuberculosis ada 4 diagnosa keperawatan menurut “Martin Susan Tuker (1998, hlm 445-446)” yaitu :
1. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskletal dan nyeri
2. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi atau edema.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan gangguan struktur atau fungsi.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi penatalaksanaan perawatan.
Sedangkan pada kasus ditemukan 6 diagnosa keperawatan berdasarkan respon klien yaitu :
1. Nyeri berhubungan dengan proses imflamasi
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anorexsia.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan keterbatasan aktivitas.
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL berhubungan dengan keterbatasan aktivitas.
5. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri.
6. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi.
Hampir semua masalah keperawatan secara teoritis dapat muncul pada kasus spondilitis tunerkulosis. Namun ada 4 diagnosa yang muncul sesuai dengan kondisi dan keluhan klien yaitu kerusakan integritas kulit dikarenakan pada klien terdapat luka dekubitus akibat dari keterbatasan aktivitas, gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dimana klien mengatakan tidak ada nafsu makan, hanya makan 3-5 sendok saja dan hasil dari pemeriksaan laboratorium albumin klien di bawah normal (n: 3,4 g/dl-4,8g/dl), gangguan pemenuhan kebutuhan ADL ini dikarenakan klien tidak bisa memenuhi kebutuhaan ADL nya sendiri. Dan yang terakhir gangguan istirahat tidur dimana klien mengatakan sulit tidur di karenakan nyeri di daerah tulang belakang.

C. Perencanaan
Tahap perencanaan merupakan tahap lanjut dari diagnosa keperawatan dalam rangka mengatasi masalah yang timbul perlu disusun, direncanakan tindakan yang sesuai dengan prioritas masalah.
Dalam proses perencanaan ini ada beberapa rencana keperawatan yang tidak sesuai dengan teori, karena perencanaan yang dibuat penulisdi sesuiakan dengan kebutuhan klien. Tujuan yang ditetapkan pada asuhan keperawatan harus memiliki kriteria, spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, nyata dan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Tujuan harus mempunyai lingkup khusus disesuaikan dengan permasalahan yang ada pada klien sehingga keberhasilannya disesuaikan dengan kriteria. Rencana tindakan berdasarkan intervensi yang ada di Asuhan Keperawatan sesuai dengan diagnosa yang telah dimunculkan.
D. Implementasi
Pada tahap pelaksanaan, penulis berusaha untuk melakukan asuhan keperawatan yang sesuai dengan rencana keperawatan dan teori yang ada serta disesuaikan dengan kondisi klien.
Pada tahap implementasi ini peran serta klien dan keluarga sangat membantu dalam mencapai tindakan asuhan keperawatan pada klien. Dalam tahap ini, penulis berperan sebagai anggota tim kesehatan yang bekerjasama dengan tim kesehatan lainnya.
Dari setiap perencanaan yang penulis lakukan, ada beberapa yang tidak dapat dilakukan pada klien secara langsung antara lain pada evaluasi pemeriksaan laboratorium (HB maupun Albumin) sehingga penulis sulit untuk melihat perkembangan tingkat nutrisi klien yang dapat membantu penerapan intervensi selanjutnya. Pemeriksaan selanjutnya yang tidak dilakukan adalah radiologi (foto lumbal). Hal ini belum dilakukan karena masih menunggu instuksi dari dokter. Jika pemeriksaan radiologi ulang pada klien dapat mengetahui sejauhmana tingkat perbaikan maupun perusakan pada daerah lumbal sehingga dengan pemeriksaan tersebut perawat dapar memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan guna.

E. Evaluasi
Proses evaluasi dilakukan untuk mengidentifikasi sejauh mana pada tingkat apa tujuan sudah dicapai dilakukan. Dari kesimpulan evaluasi ini yang menentukan intervensi atau implementasi dimodifikasi sesuai kondisi dan keluhan klien. Proses evaluasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu evaluasi formatif yang dilakukan setelah tindakan keperawatan yang diberikan dan evaluasi sumatif ini dicatat didalam catatan perkembangan yang dtulis sesuai dengan tujuan yang akan dicapai
Berdasarkan pada masalah keperawatan yang muncul pada Ny. M dan berdasarkan evaluasi dari 6 diagnosa yang muncul, penulis menilai bahwa terdapat 1 diagnosa yang sudah teratasi yaitu kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya imformasi tentang penyakitnya. Diagnosa ini dapat tercapai karena penjelasan yang diberikan penulis kepada klien dan keluarga dapat di terima dengan baik. Hal ini ditandai pada saat evaluasi klien dapat menjawab apa yang telah di sampaikan.
Untuk diagnosa dengan nyeri, nutrisi, kebutuhan ADL, serta istirahat tidur ini merupakan permasalahan yang terasi sebagian. Dimana pada nyeri berhubungan dengan proses klien nengatakan nyerinya agak berkurang dari sebelumnya walaupun nyeri dirasakan masih berat, pada gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia klien mengatakan sudah ada nafsu makan dan dapat menghabiskan ½ porsi dari yang disediakan dari RS, pada diagnosa gangguan kebutuhan ADL berhubungan dengan keterbatasan dalam beraktivitas klien dapat terpenuhi setelah dalam melibatkan keluarga tetapi klien sendiri belum dapat memenuhinya sendiri, dan untuk dignosa gangguan istirahat tidur klien mengatakan sudah bisa tidur walaupun sering terbangun dimalam hari karena nyeri datang timbul.


BAB V

PENUTUP
Setelah penulisan menguraikan berbagai hal mengenai Asuhan Keperawatan pada klien dengan Spondilitis Tuberkulosis, maka penulis dapat penulis dapat membuat suatu kesimpulan dan saran sebagai berikut :

1. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan Asuaha Keperawatan pada Ny. M dengan Spondilitis uberkulosis di Ruang Saraf (L) RSUD Dr. Soedarso Pontianak selam 3 hari mulai pada tanggal 17 juli 2008 sampai 19 juli 2008 maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan antara lain :
Spondilitis TB merupakan suatu peradangan tulang belakang dimana disebabakan oleh mikrobakterium tuberkulosa kesimpulan kedua yang dapat diambil adalah hasil pengkajian bahwa telah komplikasi pada klien yaitu paraplegi dimana terdapat kelumpuhan pada ekstermitas bagian bawah klien dan ditemukan luka dekubitus yang diakibatkan ketebatasan aktivitas. Kesimpulan terakhir pada saat pengkajian keperawatan diperoleh data yang telah di analisa maka menghasilkan enam diagnosa kepwrawatan sesuai dengan kebutuhan dan keluhan klien.



B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis mencoba mengemukakan saran untuk dijadikan pertimbangan dan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan yaitu :
1. penerapan asuhan keperawatan seharusnya dilakukan secara komprehensif sehingga memudahkan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dan pencapaian suatu tujuan dengan baik.
2. Diharapkan perawat dan tim kesehatan lain dapat lebih berinisiatif dalam melakukan pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan radiologi.
3. Diharapkan peningkatan saling kerjasama yang lebih baik antara perawat, dokter, dam tim kesehatan lainnya agar tindakan keperawatan dan tindakan medis yang diberikan dapat lebih baik dan berkualitas serta tercapainya target Indonesia sehat 2010.