Kamis, 02 April 2009

Konsep Dasar Etika

LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Etika
1. Definisi etika dan etiket
Keperawatan merupakan salah satu profesi yang mempunyai bidang garap pada kesejahteraan manusia, yaitu dengan memberikan bantuan pada individu yang sehat maupun yang sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup sehari-harinya. Karena bidang garap keperawatan adalah manusia , maka diperlukan suatu aturan yang menata hubungan perawat dengan pasien, mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi.
Salah satu aturan yang mengatur hubungan antara perawat-pasien adalah etika. Istilah etika dan moral sering digunakan secara bergantian. Secara falsafah kedua istilah ini memiliki perbedaan (ladd, 1987, lih. Pada Megan, 1989). Perbedaan antara etika dan moral hanya terletak pada dasar linguistiknya saja. Etika berasal dari bahasa Yunani ethikos-yang berarti adat istiadat atau kebiasaan, sedangkan moralitas berasal dari bahasa latin, yang juga berarti adat istiadat atau kebiasaan. Sumber lain mengatakan bahwa moral mempunyai arti tuntunan perilaku dan keharusan masyrakat, sedangkan etika mempunyai arti prinsip-prinsip dibelakang keharusan tersebut (Thomson dan Thomson, 1981 ; lih Doheny, Cook, stopper, 1982).
Dalam oxford advanced learner’s dictionary of current English, AS hornby mengartikan etika sebagai system dari prinsip-prinsip moral atau aturan-aturan perilaku. Sedangkan moral berarti prinsip-prinsip yang berkaitan dengan perbuatan baik dan buruk.
Definisi yang lebih jelas dikemukakan oleh Curtin, yaitu etika merupakan suatu disiplin yang diawali dengan menerapkan prinsip-prinsip untuk mendeterminasi perilaku yang baik terhada suatu situasi yang dihadapi (MacPhail, 1988).
Berkaitan dengan etika dan moral, terdapat pula istilah etiket yang merupakan cara atau aturan yang sopan dalam berhubungan social. Sedangkan etiket professional berarti perilaku yang diharapkan bagi setiap anggota profesi untuk bertindak dengan kapasitas profesionalnya (Tabbner, 1981).
Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan standard an prinsip-prinsip yang menjadi penuntun dalam berperilaku serta membuat keputusan untuk melindungi hak-hak manusia. Etika diperlukan oleh semua profesi termasuk juga keperawatan, yang mendasari prinsip-prinsip suatu profesi dan tercermin dalam standar praktik profesi (Doheny, Cook, Stoper, 1982).
2. Fungsi etika dan etiket
Kita sudah melihat bahwa etika menyediakan orientasi. Meskipun tidak setiap orang memerlukan orientasi itu apalagi, tanpa etika ilmiah pun kebanyakan orang dengan sendirinya sedikit beretika, namun orang yang tidak begitu saja mempercayakan diri pada lingkungannya akan merasakan kebutuhan suatu orientasi krisis dibidang moral. Ada sekurang-kurangnya empat alasan mengapa etika pada zaman kita semakinperlu.
a. Pertama, kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistic, juga dalam bidang moralitas. Setiap hari kitabertemu orang-orang dari suku, daerah dan agama yang berbeda-beda. Kesatuan tatanan normative sudah tidak ada lagi. Kita berhadapan dengan sekian banyak pandangan moral yang sering saling bertentangan dan semua mengajukan klaim mereka pada kita. Mana yang akan kita ikuti, yang kita peroleh dari orang tua kita dulu, moralitas tradisional desa, moralitas yang ditawarkan melalui media masa.
Secara historis etoka sebagai usaha filsafat lahir dari keambrukan tatanan moral dilingkungan kebudayaan yunani 2500 tahun lalu. Karena pandangan-pandangan lama tentang baik buruk tidak lagi dipercayai, para filosof mempertanyakan kembali norma-norma dasar bagi kelakukan manusia.
b. Kedua, kita hidup dalam masa transformasi masyarakat yang tanpa tanding. Perubahan itu terjadi dibawah hantaman kekuatan yang mengenai semua segi kehidupan kita, yaitu gelombang modernisasi. Tidak perlu kita mencoba mendefinisikan disini apa yang dimaksud dengan modernisasi. Jelaslah bahwa modernisasi telah terasa sampai kepenjuru tanah air, sampai kepelosok-pelosok yang paling terpencil.
c. Ketiga, tidak mengherankan bahwa proses perubahan social budaya dan moral yang kita alami ini dipergunakan oleh berbagai pihak untuk memancing diari keruh. Mereka menawarkan ediologi-ediologi mereka sebagai obat penyelamat. Etika dapat membuat kita sanggup untuk menghadapi ediologi-ediologi itu dengan kritis dan objektif dan untuk membentuk penilaian sendiri, agar kita tidak terlalu mudah terpancing. Etika juga membantu agar kita jangan naïf atau ekstrem. Kita jangan cepat-cepat memeluk segala pandangan baru, tetapi juga jangan menolak nilai-nilai hanya karena baru dan belum bisa.
d. Keempat, etika juga diperlukan oleh kaum agama yang di satu pihak menemukan dasar kemantapan mereka dalam iman kepercayaan mereka, dilain pihak sekaligus mau berpartisipasi tanpa takut-takut dan dengan tindak menutupi diri dalam semua dimensi kehidupan masyarakat yang sedang berubah itu.

3. Persamaan etika dan etiket
Persamaan antara etika dan etiket adalah sebagai berikut :
a. Etika dan etiket menyangkut perilaku manusia. Istilah-istilah ini hanya kita pakai mengenai manusia. Hewan tidak mengenal etika maupun etiket.
b. Baik etika maupun etiket mengatur perilaku manusia secara normative, artinya memberi norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yang harus dilakukan justru karean sifat normatif kedua istilah ini mudah dicampuradukkan.


4. Perbedaan etika dan etiket
Ada beberapa perbedaan sangat penting antara etikadan etiket. Disini kita akan mempelajari sepintas empat macam perbedaan :
a. Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Di antara beberapa cara yang mungkin, etiket menunjukan cara yang tepat, artinya, cara yang diharapkan serta ditentukan dalam suatu kalangan tertentu. Misalnya, jika saya menyerahkan sesuatu kepada atasan, saya harus menyerahkan dengan menggunakan tangan kanan. Dianggap melanggar etiket, bila seseorang menyerahkan sesuatu dengan tangan kiri. Tetapi etika tidak terbatas dengan cara yang dilakukannya suatu perbuatan ; etika memberi norma tentang perbuatan itu sendirietika menyangkut masalah apakahsesuatu perbuatan boleh dilakukan ya atau tidak. Mengambil barang milik orang lain tanpa izin, tidak pernah diperbolehkan. “jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Apakah orang mencuri dengan tangan kanan atau dengan tangan kiri disini sama sekali tidak relevan. Norma etis tidak terbatas pada cara perbuatan dilakukan, melainkan menyangkut perbuatan itu sendiri.
b. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Bila tidak ada orang lain hadir atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misalnya, ada banyak peraturan etiket yang mengatur cara kita makan. Dianggap melanggar etiket, bila kita makan sambil berbunyi atau dengan meletakkan kaki di atas meja dan sebagainya. Tapi kalau saya makan sendiri, saya tidak melanggar etiket, bila makan dengan cara demikian. Sebaliknya, etiks selalu berlaku, juga kalau tidak ada saksi mata. Etika tidak tergantung pada hadir tidaknya orang lain. Larangan untuk mencuri selalu berlaku, entah ada orang lain, hadi atau tidak. Barang yang dipinjam harus selalu dikembalikan, juga jika pemiliknya sudah lupa.
c. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan lain. Contoh yang jelas adalah makan dengan tangan atau tersendawa waktu makan. Lain halnya dengan etika. Etika jauh lebih absolute “jangan mencuri” merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bias ditawar-tawar atau mudah diberi “dispensasi”. Memang benar, ada kesulitan cukup besar mengenai keabsolutan prinsip-prinsip etis yang dibicarakan lagi dalam buku ini. Tapi tidak bias diragukan, relativitas etiket jauh lebih jelas dan jauh lebih mudah terjadi.
d. Jika kita berbicara tentang etiket, kita hanya memandang manusia dari segi lahiriah saja, sedang etika menyangkut manusia dari segi dalam. Bias saja orang tampil sebagaai “musang berbulu ayam” : dari luar sangat sopan dan halus, tapi didalam penuh kebusukan. Banyak penipu berhasil dengan maksud jahat mereka, justru karena penampilannya begitu halus dan menawan hati, sehingga mudah meyakinkan orang lain. Tidak merupakan kontradiksi, jika seseorang selalu berpegang pada etiket dan sekaligus bersifat munafik. Tapi orang yang etis sifatnya tidak mungkin bersifat munafik, sebab seandainya dia munafik, hal itu dengan sendirinya berarti ia tidak bersikap etis. Disini memang ada kontradiksi. Orang yang bersifat etis adalah orang yang sungguh-sungguh baik. Sudah jelaslah kiranya bahwa perbedaan terakhir ini paling penting diantara empat perbedaan yang dibahas tadi.

5. Etika dan agama
Ada dua masalah dalam bidang moral agama yang tidak dipecahkan tanpa penggunaan metode etika.
a. Masalah interpretasi terhadap perintah atau hokum yang termuat dalam wahyu.
b. Bagaiman masalah-masalah moral yang baru, yang tidak lansung dibatas dalam wahyu dapat dipecahkan dengan semangat agama itu.
Etika adalah usaha manusia untuk memakai akal budi dan daya pikirnya untuk memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup kalau ia menjadi baik. Akal budi itu ciptaan ALLAH dan tentu diberikan kepada kita untuk dipergunakan dalam semua dimensi kehidupan. Wahyu tidak berarti bahwa daya piker kita dapat dicutikan dari orang beragama pun diharapkan agar mempergunakan anugerah sang pencipta itu jangan sampai akal budi dikesampingkan dari nilai agama. Itulah sebabnya mengapa justru kaum agama diharapkan benar-benar memakai rasio dan metode-metode etika.

6. Metode etika
Pendekatan kritis adalah salah satu cara pendekatan yang dituntut dalam semua aliran yang pantas disebut etika.
Etika pada hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis. Etika tidak memberikan ajaran \, melainkan memeriksa kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma, dan pandangan-pandangan moral secara kritis. Etika menurut pertanggung jawaban dan mau mengungkapkan kerancuan. Etika tidak membiarkan pendapat-pendapat moral yang dikemukakan, dipertanggung jawabkan etika berusaha untuk menjernihkan masalah moral.

7. Nilai dan moral
Yang dibicarakan tentang nilai pada umumnya tentu berlaku juga untuk nilai moral. Tetapi apakah kekhususkan suatu nilai moral? Apakah yang mengakibatkan suatu nilai menjadi nilai moral? Mari kta mulai dengan menggarisbawahi bahwa dalam arti tertentu nilai moral tidak merupakan suatu kategori nilai tersendiri disamping kategori-kategori nilai yang lain. Nilai moral tidak terpisah dari nilai-nilai jenis lainnya. Setiap nilai dapat memperoleh suatu “bobot moral”, bila diikut sertakan dalam tingkah laku moral. Kejujuran, misalnya, merupakan suatu nilai moral, tapi kejujuran itu sendiri “kosong”, bila tidap diterapkan pada nilai lain, seperti umpamanya nilai ekonomis. Kesetiaan merupakan suatu nilai moral yang lain, tapi harus diterapkan pada nilai manusiawi lebih umum, misalnya, cinta antara suami istri. Jadi, nilai-nilai yang disebut sampai sekarang bersifat “pramoral”. Nilai-nilai itu mendahului tahap moral, tapi bisa mendapat bobot moral, karena diikutsertakan dalam tingkah laku moral. Dibawah ini kita kembali lagi pada sifat khas moral ini.
Walaupun nilai moral biasanya menumpang pada nilai-nilai lain, namun ia tampak sebagai suatu nilai baru, bahkan sebagai nilai yang paling tinggi. Hal itu ingin kami perlihatkan dengan mempelajari ciri-ciri niali moral. Nilai moral mempunyai cirri-ciri berikut ini.
a. Berkaitan dengan tanggung jawab kita
Nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia. Tapi hal yang sama dapat dikatakan juga tentang nilai-nilai lain. Yang khusus menandai nilai moral adalah bahwa niali ini berkaitan dengan prbadi manusia yang bertanggung jawab. Nilai-nilai moral mengakiatkan bahwa seseorang bersalah atau tidak bersalah, karena ia bertanggung jawab. Nilai-nilai lain tidak begitu. Bahwa anak saya tidak mempunyai inteligensi tinggi atau tidak cantik, bisa saya sesalkan, tapi atas keadaan itu saya dan anak itu sendiri tidak bertanggung jawab. Bahwa seseorang mempunyai bakat sebagai pemain bulu tangkis atau mempunyai watak yang menyenangkan, tentu merupakan hal yang sangat mengembirakan, tapi keadaan itu sendiri tidak menjadi jasanya., karena tidak termasuk tanggung jawabnya.
b. Berkaitan dengan hati nurani
Semua nulai minta untuk diakui dan diwujudkan. Niali selalu mengandung semacam undangan atau imbauan. Nilai estetis, misalnya, seolah-olah “minta” supaya diwujudkan dalam bentuk lukisan, koposisi music atau cara lain. Dan kalau sudah jadi lukisan “ minta “ untuk dipamerkan dan music “minta” untuk didengarkan. Tapi pada nilai-nilai moral tuntunan ini lebih mendesak dan lebih serius. Mewujudkan nilai-nilai moral merupakan “imbauan” dari hati nurani. Salah satu ciri khas nilai moral adalah bahwa hanya nilai ini menimbulkan “suara” dari hati nurani yang menuduh kita bila meremehkan atau menentang nilai-nilai moral dan memuji kita bila mewujudkan nilai-nilai moral.

8. Mewajibkan
Berhubungan erat dengan cirri tadi adalah cirri berikutnya bahwa nilai-nilai moral mewajibkan kita secara absolute dan dengan tidak bisa ditawar-tawar. Nilai-nilai lainsepatutnya diwujudkan atau seyogyanya diakui. Nilai estetis, umpamanya. Orang yang berpendidikan dan berbudaya akan mengakui serta menikmati nilai estetis yang terwujud dalam sebuah lukisan yang bermutu tinggi. Tapi orang yang bersikap acuh tak acuh terhadap lukisan itu tidak bisa dipersalahkan. Niali estetis tidak secara mutlak harus diterima. Pada kenyataannya kita lihat bahwa music bach atau Mozart bagi banyak orang membosankan saja, biarpun megejawantahkan nilai estetis yang tinggi, sedangkan mereka senang sekali dengan musik pop yang nilai estetisnya tidak seberapa. Padahal, musik bach dan Mozart mempunyai nilai abadi dan music pop pada umumnya sesudah satu atau dua tahun dilupakan sama sekali, karena sudah diganti dengan music pop versu mutakhir. Tapi nilai-nilai moral haru diakui dan haru direalisasikan. Tidak bisa diterima, bila seseorang acuh tak acuh terhadap nilai-nilai ini.

9. Bersifat formal
Disini kami kembali pada awal uraian tentang nilai moral ini. Nilai moral tidak merupakan suatu jenis nilai yang bisa ditempatkan begitu saja di samping jenis-jenis nilai lainnya. Biarpu nilai-nilai moral merupakan nilai-nilai tertinggi yang harus dihayati di atas semua nilai lain, seperti sudah menjadi jelas dari analisis sebelumnya, namun tidak berarti bahwa niali-nilai ini menduduki jenjang teratas dalam suatu hierarki nilai-nilai. Nilai-nilai moral tidak membentuk suatu kawasan khusus yang terpisah dari nilai-nilai lain. Jika kita mewujudkan nilai-nilai moral, kita tida perbuat sesuatu yang lain dari biasa.

10. Kepribadian dalam etika
a. Konsep individu dan pribadi
Kata indivu berasal dari kata latin invidualis, terjemahan dari kata yunanai hormone, yang artinya kesatuan yang tidak dapat dibagi. Definisi pribadi bermacam-macam, ada yang berdasarkan biologi, psiko-analisis dan sosiologi.
b. Konsep totalitas atau keseluruhan / integrasi, struktur, homeostatis (keseimbangan dan pertumbuhan proses jiwa
c. Kesadaran etik pribadi memuncak alam konflik kata hati
Yang dimaksud etik pribadi adalah keaktifan dalam jiwa yang menuai baik jahaat, yang menetukan ukuran-ukuran dan yang memimpin kelakuan dalaam bahasa sehari-hari yang menntukan norma-norma kelakuan.

d. Peran kata hati alam keseluruhan pribadi
Artinya hanya dalam bentuk konflik yang hebat, tetapi itdak ada dalam kelakuan, dalam keputusan paling sukar daln paling nyata dalam kehidupan yang kita namakan kata hati tidaklah lain dari pada konsentrasi kesadaran.
e. Peran dan nilai-nilai sebagai tenaga pendorong kelakuan
f. Peningakatan jiwa dan perkembangan nilai-nilai
g. Kesatuan pribadi
h. Tempat ego dan kata hati dalam berbagai konflik dalam pribadi

11. Beberapa pendapat dan aliran dalam etika
a. Ukuran baik dan buruk
Dalam etika sebagai filsafah tentang tingkah laku, antara lain dibicarakan apakah ukuran baik dan buruknya kelakuna manusia. Yang dicari adalah ikuran yang bersifat umum yang berlaku bagi semua manusia dan tidak hanya berlakuk bagissebagian manusia.
b. Etika deontologist
Istilah “ deontologist” barasal dari yunani yang berarti “kewajiban” (duty) karena itu etika deontology menekan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik.
c. Etika teleologis
Etika teleologis justru mengukur baik buruknya suatu tindakan itu, atau berdaasarkan kaibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Suatu tindakan dinilai baik, jika bertujuan mencapai sesuatu yang baik, atau jiwa akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu.
d. Universalisme
Universal berarti umum, universalisme sebagai suatu ajaran etik berarti sesuatu itu dapat danilai baik buruk bila dapat memberikan kepada banyak orang.
e. Intuisioisme dan alterisme
Dari kata intuition ilham, bisikan kalbu paham ini berpendapat bahwa penilaian atas baik buruknya susila dan tidak susila itu dapat diketahui dengan cara intuisi yang merupakan suatu petimbangan rasa yang timbul dari bisikan kalbu.
f. Hodenisme
Dari bahasa grif : hedone yang berarti kesenangan, pleasure. Istilah ini mula-mula digunakan oleh Jeremy betham pada tahun 1781. Prinsip dari aliran ini menganggap bahwa sesuatu itu dianggap baik, sesuai dengan kesenangan yang didatangkannya.
g. Eudemonisme
Dalam bahasa grik : eudaemonistmos yang berarti happy / bahagia. Istilah ini mula-mula digunakan dari aristoteles. Prinsip ajaran aliran ini menilai baik / tidak baik sesuatu itu, dinilai dari ada / tidaknya kebahagiaan yang didatangkannya.
h. Altruisme
Asal kata alteri yang berarti orther, orang lain aliran merupakan lawan dari egois. Altruisme adalah suatu paham / aliran yang prinsipnya mengutamakan kepentingan orang lain sebagai lawan dari kepentingan diri sendiri.
i. Tradisionalisme
Asal kata dari tradition yang berarti kebahagiaan, adat istiadat, tegasnya suatu ajang yang dapat dipindahkan turun temurun dari generasi kegenerasi seterusnya.

12. Peranan etika dalam kehidupan modern
Pluralisme moral terutama dirasakan karena sekarang kita hidup dalam era komunikasi dalam hal ini perkembangan muktahir adalah internet. Bersama dengan menerima informasi sebanyak itu kita berkenalan pula dengan norma. Cirri lain yang memadai situasi etis dizaman kita adalah timbulnya masalah-masalah etis baru , yang terutama disebabkan perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya ilmu-ilmu biomedis. Cirri ketiga adalah suatu kepedulian etis yang tampak diseluruh dunia dengan melewati perbatasan Negara. Globalisasi tidak saja merupakan gejala di bidang ekonomi tetapi juga dibidang moral.
Gejala paling mencolok tentang kepedulian etis adalah deklarasi universal tentang hak-hak asasi manusia yang di proklamasikan oleh perserikatan bangsa-bangsa pada 10 desember 1948. Proklamasi ini pernah disebut kejadian etis yang paling penting dalam abad ke-20, deklarasi tersebut tidak merupakan pertanyaan hak-hak yang pertama dalam sejarah, tapi merupakan pertanyaan pertama yang diterima secara global karena diakui oleh semua anggota PBB. Dan tanpa memandang isinya hal ini sudah merupakan suatu fenomena yang luar biasa.
Situasi moral dalam dunia modern ini mengajak kita member prospek untuk mengatasi kesulitan moral yang kita hadapi sekarang.

B. Etika Profesi Keperawatan
1. Definisi Etika Profesi
Etik atau ethics bersal dari bahasa yunani, yaitu etos yang artinya adat, kebiasaan, perilaku, atau karakter. Sedangkan menurut kamus Webster, etik adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan buruk secara moral. Dari pengertian di atas, etika adalaah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaiman sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yang menyangkut aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar, yaitu : a) baik dan buruk; dan b) kewajiban dan tanggung jawab.

2. Defnisi Etika Keperawatan
Keperawatan merupakan salah satu profesi yang mempunyai bidang garap pada kesejahteraan manusia, yaitu dengan memberikan bantuan pada individu yang sehat maupun yang sakit untuk dapat menjalankan fungsi hidup sehari-harinya. Karena bidang garap keperawatan adalah manusia , maka diperlukan suatu aturan yang menata hubungan perawat dengan pasien, mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi.
Salah satu aturan yang mengatur hubungan antara perawat-pasien adalah etika. Istilah etika dan moral sering digunakan secara bergantian. Secara falsafah kedua istilah ini memiliki perbedaan (ladd, 1987, lih. Pada Megan, 1989). Perbedaan antara etika dan moral hanya terletak pada dasar linguistiknya saja. Etika berasal dari bahasa Yunani ethikos-yang berarti adat istiadat atau kebiasaan, sedangkan moralitas berasal dari bahasa latin, yang juga berarti adat istiadat atau kebiasaan. Sumber lain mengatakan bahwa moral mempunyai arti tuntunan perilaku dan keharusan masyrakat, sedangkan etika mempunyai arti prinsip-prinsip dibelakang keharusan tersebut (Thomson dan Thomson, 1981 ; lih Doheny, Cook, stopper, 1982).
Dalam oxford advanced learner’s dictionary of current English, AS hornby mengartikan etika sebagai system dari prinsip-prinsip moral atau aturan-aturan perilaku. Sedangkan moral berarti prinsip-prinsip yang berkaitan dengan perbuatan baik dan buruk.
Definisi yang lebih jelas dikemukakan oleh Curtin, yaitu etika merupakan suatu disiplin yang diawali dengan menerapkan prinsip-prinsip untuk mendeterminasi perilaku yang baik terhada suatu situasi yang dihadapi (MacPhail, 1988).
Berkaitan dengan etika dan moral, terdapat pula istilah etiket yang merupakan cara atau aturan yang sopan dalam berhubungan social. Sedangkan etiket professional berarti perilaku yang diharapkan bagi setiap anggota profesi untuk bertindak dengan kapasitas profesionalnya (Tabbner, 1981).
Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan standard an prinsip-prinsip yang menjadi penuntun dalam berperilaku serta membuat keputusan untuk melindungi hak-hak manusia. Etika diperlukan oleh semua profesi termasuk juga keperawatan, yang mendasari prinsip-prinsip suatu profesi dan tercermin dalam standar praktik profesi (Doheny, Cook, Stoper, 1982).

3. Kegunaan Etika Profesi Dalam Praktek
Profesi adalah suatu moral community (masyarakat moral) yang emiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Mereka yang memebntuk suatu profesi disatukan juga karena latar belakang pendidikan yang sama dan bersama-sama memilki keahlian yang tertutup bagi orang lain. Dengan demikian profesi menjadi suatu kelompok yang mempunyai kekuasaan tersendiri dan Karena itu mempunyai tanggung jawab khusus. Karena memiliki monopoli atas suatu keahlian tertentu, selalu ada bahaya profesi menutup diri bagi orang dari luar dan menjadi suatu kalangan yang sukar ditembus. Bagi klien yang mepergunakan jasa profesi tertentu keadaan seperti itu dapat mengakibatkan kecurigaan jangan-jangan ia dipermainkan. Kode etik dapat mengimbangi segi negative profesi ini. Dengan adanya kode etik kepercayaan masyarakat akan suatu profesi dapat diperkuat, karena setiap klien mempunyai kepastian bahwa kepentingannya akan terjamin. Kode etik ibarat kompas yang menunjukan arah moral bagi suatu profesi dan sekaligus juga menjamin mutu moral profesi tiu dimata masyarakat.
Dalam kontek itu etika terapan memegang peranan penting. Kode etik bisa dilihat sebagai produk etika terapan, sebab dihasilkan berkat penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tapi setelah kode etik itu ada, pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi oleh refleksi etis. Kode etik yag sudah ada, sewaktu-waktu harus dinilai kembali dan, jika perlu, direvisi atau disesuaikan. Hal itu bisa mendesak karena situasi yang berubah. Dalam dekade-dekade terakhir ini timbulnya komputerisasi, misalnya, bagi banyak profesi menciptakan suatu situasi baru yang menimbulkan implikasi-implikasi etis yang baru pula. Kode etik bisa diubah juga atau dibuat baru, jika sebelumnya tidak ada, setelah terjadi penyalahgunaan yang meresahkan masyarakat dan membingungkan profesi itu sendiri. Ini terbukti suatu cara ampuh untuk memulihkan kembali kepercayaan masyarakat yang sedang tergoncang sebuah contoh konkret yang dapat menjelaskan maksudnya. Akhir-akhir ini dibeberapa Negara hubungan para dokter dan industry farmasi diatur dengan kode etik. Hal itu dianggap perlu, setelah dalam rangka promosi obat-obatan industri farmasi itu mulai memberikan hadiah kepada dokter.

4. Fungsi Etika Keperawatan
Etika sebagai suatu ilmu, merupakaan salah satu cabang dari filsafat. Sifatnya praktis, normative dan fungsional, sehingga dengan demikian merupakan suatu ilmu yang lansung berguna dalampergaulan hidup sehari-hari, etika juga dapat menjadi asas dan menjiwai norma-norma dalam kehidupan, disamping sekaligus memberika penilaian terhadap corak perbuatan seseorang sebagai manusia.
Dalam percakapan sehari-hari kita sering dengar :
a. Perbuatan si A itu tidak susila. Masa tidak berbusana ditengah orang banyak
b. Si B itu seorang yang immoral, anak tirinya sendiri diperkosanya.
c. Sekolahnya memang sudah tinggi, tetapi saying kelakuannya non etis, kurang sopan, dan sebagainya.
Contoh percakapan ini memperlihatkan, bahwa istila-istilah : etik, etika, moral, susila yang kesemuanya itu menyaangkut penilaian terhadap baik buruknya perbuatan atau tingakah laku seseorang, digunakan secara berganti dalam pengertian yang sama.
Telah dijelaskan terdahulu, bahwa etika itu dapat dipelajari oleh siapa saja. Hanya perlu diketahui , bahwa sebenarnya terdapat suatu perbedaan antara belajar etika dengan pelajaran-pelajaran lainnya. Satu contoh : seorang yang mempelajari bahasa misalnya, sampai mencapaai titel doktor, professor yang dimilikinya, tetapi tidak atau belum merupakan pengakuan atau jaminan terhadap tingkah-tingkah sebagai individu.

C. Kode Etik Profesi Keperawatan
1. Definisi kode etik
Kode etik adalah tatanan ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup dalam masyarakat yang menyangkut aturan-aturan / prinsip-prinsip yang menen tukan tingkah laku yang benar (baik-buruk, kewajiban, dan tanggung jawab) secara hokum dan undang-undang yang membedakan benar / salah secara moralitas.

2. Definisi kode etik keperawatan
Kode etik keperawwatan bagian dari etika kesehatan yang menerapkan nilai etika terhadap bidang pemeliharaan atau pelayanan kesehatan masyarakat.
Kode etik keperawatan mencakup 2 hal penting, yaitu etik dalam hal perilaku manusiawi

3. Tujuan kode etik keperawatan
Upaya perawat dalam menjalankan setiap tugas dan fungsinya, dapat menghargai dan menghormati maratabat manusia.
Tujuan kode etik keperawataan secara umum adalah menciptakan dan mempertahankan kepercayaan klien kepada perawat, kepercayaan diantara sesama perawat, dan kepercayaan masyarakat kepada profesi keperawatan.
Tujuan K.E.K antara lain, merupakan :
a. Dasar dalam mengatur hubungan antara perawat-klien teman sebaya-masyarakat dan unsure profesinya dengan profesi lain diluar profesi keperawatan.
b. Standar untuk mengatasi masalah yang dilakukan oleh praktisi keperawatan yang tidak mengindahkan dedikasi moral dalam pelaksanaan tugasnya.
c. Untuk mempertahankan bila praktisi yang dalam menjalankan tugasnya diperlakukan secara tidak adil oleh institusi maupun masyarakat.
d. Dasar dalam menyusun kurikulum pendidikan keperawatan agar dapat menghasilkan lulusan yang berorientasi pada sikap professional keperawatan.
e. Memberikan pemahaman kepada masyarakat pengguna tenaga keperawatan akan pentingnya sikap prifesional dalam melaksanakan tugas praktik keperawatan.
4. Beberapa Kode Etik Keperawatan
a. Kode etik perawat international
1) Konsep etik dalam keperawatan
Tanggung jawab utama perawat ada 4 lingkup : meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan mencegah kekambuhan.
Kebutuhan keperawatan bersifat universal. Keperawatan tetap menghargai hidup dan hak manusia serta tidak membedakan status kewarganegaraan, suku, keyakinan, warna kulit, usia, jenis kelamin, politik, maupun social.
Pelayanan keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat serta mengkoordinasikan asuhan keperawatan dengan berbagai pihak terkait.
b. Perawat dan klien
1) Tanggung jawab utama perawat adalah pada klien yang membutuhkan asuhan keperawatan.
2) Dalam memberikan keperawatn, perawat menghargai kepercayaan, nilai-nilai dan kebiasaan individu.
3) Perawat memegang rahasia informasi individu dan menggunakan pertimbangan / keputusan dalam mendiskusikan informasi tersebut.
c. Perawat dan praktik
1) Perawat memegang tanggung jawab pribadi terhadap praktik keperawatan dan terhadap pemertahan kompetensi dengan pendidikan berkelanjutan.
2) Perawat tetap mempertahankan standar asuhan keperawatan yang tinggi disesuaikan dengan situasi tertentu yang ada.
3) Perawat menggunakan keputusan / pertimbangn kompetensi dalam menerima atau mendelegasikan suatu tanggung jawab.
4) Perawat dalam bertindak secara professional tetap mempertahankan standar tingkah laku pribadi yang mencerminkan ciri khas keprofesiannya.
d. Perawat dan masyarakat
Perawat mengadakan sambung rasa dengan anggota masyarakat tentang tanggung jawabnya terhadap pemenuhan kebutuhan kesehatan dan social masyarakat.
e. Perawat dan teman sejawat
Perawat mempertahankan kerjasama yang baik dengan teman sejawat keperawatan dan profesi kesehatan lain.
Perawat melakukan tindakan yang tepaat untuk melindungi individu sewaktu perawatan individu tersebut terancam bahaya oleh teman sejawat atau pihak lain.
f. Perawat dan profesi
Perawat mempunyai peran utama dalam mendeterminasikan dan melaksanakan standar praktik keperawatan dan pendidikan keperawatan sesuai yang dihadapi.
Perawat berperan aktif dalam mengembangkan inti pengetahuanprofesional.
Perawat berprasangka melalui organisasi profesi, dan berpartisipasi dalam menentukan dan mempertahankan kondisi social dan ekonomi keperawatan yang pantas.

b. Kode etika keperawatan Indonesia
Sebagai profesi yang ikut serta mengusahakan tercapainya kesejahteraan fisik material dan mental spiritual untuk mahluk insani dalam wadah Negara Republik Indonesia, maka kehidupan profesi perawatan di Indonesia selalu berpedoman kepada sumber asalnya yaitu kebutuhan masyarakat Indonesia akan pelayanan kesehatan.
Warga perawatan di Indonesia menyadari bahwa kebutuhan akan perawatan bersifat universal bagi orang seorang, keluarga dan masyarakat dan oleh karenanya pelayanan yang dipersembahkan oleh para perawat adalah selalu berdasarkan kepada cita-cita yang luhur, niat yang murni untuk keselamatan dan kesejahteraan umat manusia tanpa membedakan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik, dan agama yang dianut serta kedudukn social.
Dalam melaksanakan tugas pelayana keperawatan kepada orang seorang, keluarga dan masyarakat, cakupan tanggung jawab perawat Indonesia adalah menigkatkan derakad kesehatan, mencegah terjadinya penyakit, memulihkan kesehatan, serta mengurangi dan menghilangkan penderitaan yang semua ini dilaksanakan atas dasar pelayanan perawatan paripurna.
Dalam melaksanakan tugas profesionalnya yang berdaya guna dan berhasilguna, par perawat mampu dan ikhlas mempersembahkan pelayanan yang bermutu dengan memelihara dan menigkatkan integritas sifat-sifat pribadi yang tinggi dengan ilmu serta keterampilan perawatan yang memadai dengan kesadaran bahwa pelayanan yang dipersembahkan adalah merupakan bagian dari upaya kesehatan serta menyeluruh.
Dengan bimbingan Tuhan Yang Maha Esa dalam melaksanakan tugas pengabdian, untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan tanah air, Persatuan Perawat Nasional Indonesia menyadari bahwa Perawat Indonesia yang berjiwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 merasa terpanggil untuk menunaikan karyanya dalam bidang keperawatan dengan penuh rasa tanggung jawab berpedoman kepada dasar-dasar seperti tertera di bawah ini:

D. Tanggung Jawab Perawat Terhadap Masyarakat, Keluarga dan Penderita.
TERHADAP MASYARAKAT, KELUARGA, DAN PENDERITA
1. Perawat dalam rangka pengabdiannya senantiasa berpedoman kepada tanggung jawab yang pangkal tolaknya bersumber dari adanya kebutuhan akan perawat untuk orang seorang, keluarga dan mayarakat.
2. Perawat dalam melaksanakan pengabdiannya dalam bidang perawatan senantiasa memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelansungan hidup beragama dari orang seorang, keluarga penderita, keluarganya dan masyarakat.
3. Perawat dalam melaksanakan kewajibannya bagi orang seorang dan masyarakat senantiasa dilandasi rasa tulus ikhlas sesuai dengan martabat dan tradisi luhur perawatan.
4. Perawat senantiasa menjadi hubungan kerjasama yang baik dengan orang seorang dan masyarakat dalam mengambil prakarsa dan mengadakan upaya-upaya kesejahteraan umumnya sebagai bagian dari tugas kewajiban masyarakat.
BAB II
TANGGUNG JAWAB PERAWAT TERHADAP TUGAS
5. Perawat senantiasa memlihara mutu pelayanan perawatan yang tinggi disertai professional dalam menerapkan pengetahuan serta keterampilan perawatan sesaui dengan kebutuhan orang seorang atau penderita, keluarga, dan masyarakat.
6. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya sehubungan dengan tugas yang dipercaya kepadanya.
7. Perawat tidak akan menggunakan pengetahuan dan keterampilan perawatan untuk tujuan yang bertentangan dengan norma-norma kemanusiaan.
8. Perawat dalam menunaikan tugas dan kewajibannya senantiasa berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, keagamaan, warna kulit, jenis kelamin, aliran politik yang dianut serta kedudukan social.
9. Perawat senantiasa mengutamakan perlindungan perlindungan dan keselamatan penderita dalam melaksanakan tugas perawatn serta dengan matang mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih tugaskan tanggung jawabyang ada hubungannya dengan perawatan.
BAB III
TANGGUNG JAWAB PERAWAT TERHADAP SESAMA PERAWAT
DAN PROFESI KEGIATAN LAIN
10. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik antara perawat dan dengan kedehatan lainnya baik dalam memlihara keserasian suasana lingkungan kerjaa maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara keseluruhan.
11. Perawat senantiasa menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan, daan pengalamannya kepada sesama perawat serta menerima pengetahuan dan pengalaman dari profesi bidang perawatan.
BAB IV
TANGGUNG JAWAB PERAWAT TERHADAP PROFESI PERAWATAN
12. Perawat selalu berusaha meningkatkan kemampuan professional secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama dengan jalan menambah ilmu pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang bermanfaat bagi perkembangan perawatan.
13. Perawat selalu menjunjung tinggi nama baik profesi perawataan dengan menunjukan peri / tingkah laku dan sifat-sifat pribadi yang tinggi.
14. Perawat senantiasa berperan dalam menetukan pembakuan pendidikan dan pelayanan perawatan serta menrapkan dalam kegiatan-kegiatan pelayanan dan pendidikn perawatan.
15. Perawat selalu bersama-sama membina dan memelihara mutu organisasi profesi perawatan sebagai saran pengabdian.
BAB V
TANGGUNG JAWAB PERAWAT TERHADAP PEMERINTAH, BANGSA,
DAN TANAH AIR
16. Perawat senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai kebijakan yang digariskan oleh pemerintah dalam bidang kesehatan dan perawatan.
17. Perawat senantiasa berperan secara aktif dalam menyumbangkan pikiran kepada pemerintah dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan dan perawatan kepada masyarakat.
BAB IV
KEPUTUSAN MORAL DAN TEORI MORAL DALAM KEPERAWATAN
A. PENGERTIAN MORAL
Moral berasal dari kata latin mores yang berarti adat dan kebiasaan kata moris memepunyai sinonim : Mus, Moris, Manner, Morals (Bp. F 1993 : 24 poespordjo, 1986 : 2)
Dalam bahasa Indonesia moral berarti ahlak atatu kesulitan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalaam hidup.
Menurut kamus umu bahasa inndonesia (Marudin, 2001) moral berarti ajaran baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap kewajiban dan sebagainya : ahlak, budi pekerti, susila sedangkan bermoral adalah mempunyai pertimbangan baik dan buruk, berahlak baik.
Menurut Immanuel kant (magin siseno, 1992) moralitas adalah hal keyakinan dan sikap batin bukan hal sekedar penyesuaian dengan aturan dari luar, atau aturan hukum Negara, agama atau adat istiadat, konsep kant tersebut dikembangkan dan dakritis oleh Hege, hegel mengemukakan bahwa konsep moralitas yang dikemukakan oleh kant “abstrak” karena tidak memperhatikan bahwa manusia sama dengan otonomi. Jadi suara hatinya selalu sudah bergerak dalam ruangan yang mewadahi tuntutan moral.
Menurut hegel, aoabila perbedaan kehidupan bermasyarakat didasarkan berdasarkan tatanan nomatif yang rasional dan menghormati kebebasan, tidak perluan subjek, ia dapat mengandalkan tatanan normative itu boleh “ikut-ikutan dengan pandangan serta tatanan moral masyarakat tetapi tidak berseberngan dengan suara hatinya.
Jenis moral
Menurut tarumingkeng (2001) jenis moral adalah :
1. Moral realism (moral berdasarkan kondisi yang nyata/ realitas)
2. Moral luck ( moral yang dipengaruhi oleh faktor keberuntungan)
3. Moral relativism (moral yang bersifat relative)
4. Moral rational (moral berdasarkan penggunaan akal sehat atau prosedur raasional)
5. Moral sceptism (moral yang menunjukan sikap-sikap ragu-ragu karena tidak memberikan penilaian berdasarkan pengetahuan)
6. Moral personhood (moral yang ditentukan berdasarkan kesadaran perasaan dan tindakan pribadi atau merupakan, bagian dari moral masyarakat, moral masyarakatmenyangkut semua yang memerlukan pertimbangan moral dalam hak-hak dan kewajiban.
Landasan moral perilaku perawat (menurut tarumingkeng 2001)
1. Otonomi : mandiri dan bersedia menanggung resiko bertanggung gugat terhadap keputusan dan tindakan
2. Beneficence : tiap keputusan dibuat berdasarkan keinginan untuk melakukan yang terbaik dan tindakan merugikan klien.
3. Adil : tidak mendiskriminasikan klien, memperlakukan berdasarkan keunikan klien.
4. Fioelity : "caring” berusaha menepati janji, memberikan harapan yang , memadai, komitmen spiritual klien.
Dasar nilai moral universal pada praktek keperawatan
1. Penghormatan untuk orang lain
2. Otonomi (keputusan sendiri)
3. Kemurahan hati (melakukan dengan baik)
4. Non maleficence (menghindari masalah)
5. Kejujuran (mengatakan kejujuran)
6. Menyimpan rahasia (menghormati informasi yang menjadi hak)
7. Kesetiaan (menjaga janji)
8. Keadilan (memperlakukan secara adil)
Norma-norma moral adalah tolak ukur untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik buruknya bukan sebagai perilaku peran tertentu terbatas.
Ada norma-norma khusus yang berlaku dalam bidang dan situasi khusus misalnya : peraturan tata tertib dirumah sakit hanya berlaku selama kita dirumah sakit.
Norma-norma umum ada tiga macam : norma-norma sopan santun, norma-norma hukum,dan norma-norma moral, norma-norma sopan santun menyangkut sifat-sifat lahiriah manusia. Meskipun sikap lahiriah dapat mengungkapkan sikap hati karena itu dapat mempunyai kualitas moral, namun sikap lahiriah sendiri tidak bersifat moral. Orang yang melanggar kesopanan karena kurang mengetahuitata karma.
Begitu pula halnya norma-norma hokum, setiap masyarakat mengenal hokum, setiap masyarakat mengenal hokum. Norma-norma hokum ialah norma-norma yang dituntut dengan tegas oleh masyarakat karena dianggap perlu demi keselamatan dan kesejahteraan umum. Norma hokum ialah norma yang tidak dibiarkan dilanggar: orang yang melanggar hokum, pasti akan dikenai hukuman sebagai sangsi, tetapi norma hokum tidak sama dengan norma moral. Bisa terjadi bahwa demi tuntutan suara hati, jadi demi kesadaran moral, kita harus melanggar hokum, kalaupun kemudian dihukum hal itu tidak berarti bahwa kita ini orang yang buruk.
Norma moral adalah tolak ukur yang dipakai masyrakat untuk mengukur kebaikan seseorang, maka dengan norma-norma moral kita betu-betul dinilai, itu sebab penilaian moral selalu berbobot kita tidak dilihat dari salah satu segi, melainkan sebagai manusia. Apakah sebagai seorang perawat yang baik, warga Negara yang selalu taat dan selalu bicara sopan belum mencukupi untuk menetukan apakah di betu-betul seorang perawat yang baik.
Kemudian kita memeriksa etika pengembangan diri. Etika itu jelas membuat sesuatu yang hakiki bagi segenap program moral pengembangan diri memang merupakan tanggung jawab kita. Tetapi kita juga melihat bahwa prinsip itu tidak mencukupi orang yang memikirkan pengembangan diri malahan tidak berkembang karena ia hany berkisar sekitar dirinya sendiri. utilitarisme menetapkan prinsip tanggung jawab universal sebagai dasarnya, manusia wajib untuk mempertanggung jawabkan akibat-akibat tindakannya terhadap semua yang terkena olehnya , tetapi utilitarisme mempunyaikekurangan yang fatal : ia tidak dapat keadilan dan hormat terhadap hak-hak asasi manusia. Dan demikianlah tidak menjamin martabat manusia.
B. Tiga prinsip dasar
a. Prinsip sifat baik
Kelemahan dari utilitarisme adalah bahwa ia diam tentang kewajiban untuk selalu bertindak dengan adil. Tetapi bahwa kita harus selalu bertanggung jawab terhadap akibat rindakan-tindakan kita, bahwa kita hendaknya jangan merugikan siapa saja, jadi bahwa sikap yang dituntut dari kita sebagai dasar dalam hubungan dengan siapa adalah sikap yang positif dan baik.
Dengan demikian prinsip moral dasar pertama dapat kita sebut prinsip sikap baik prinsip itu mendahului dan mendasaari prinsip semua prinsip moral lain. Jadi prinsip sikap baik bukan hanya sebuah prinsip yang kita pahami secara rasional , melainkan juga mengungkapkan rasa syukur.
Allhamdulillah suatu kecondongan yang memang sudah ada dalam watak manusia . sebagai prinsip dasar etika prinsip sikap baik menyangkut sikap dasar manusia yang mendasari segala sikap konket, tindakan dan kelakuannya , bagaiman sikap baik itu harus dinyatakan secara konkret tergantung dari apa yang baik dalam situasi konkret itu. Maka prinsip ini menuntut masing-masing baik yang bersangkutan.
b. Prinsip keadilan
Apakah prinsip sikap baik adalah satu-satunya prinsip moral dasar ?
Dari pemeriksaan terhadap utilitarisme kita telah melihat bahwa masih ada prinsip lain yang tidak termuat dalam utilitarisme yaitu prinsip keadilan. Bahwa keadilan tidak sam dengan sikap baik dapat dipahami pada sebuah contoh : untuk memberikan makanan pada seorang ibu gelandangan yang menggendong anak, apakah saya sudah mengambil sebuah blek susu dari supermarket tanpa membayar dengan pertimbangan bahwa kerugian dari supermarket itu amat kecil. Sedangkan bagi ibu itu sebuah blek susu dapat berarti banyak, tapi kecuali betul-betul sama sekali tidak ada jalan lain untuk anak ibu itu dapat makan, kiranya kita harus mengatakan bahwa dengan segala maksud baik itu kita tetap tidak boleh mencuri. Mencuri melanggar hak puhak ketiga tidak dapat dibenarkan.
Prinsip kebaikan hanya menegaskan agar kita bersikap baik terhadap siapa saja. Aritoteles berpendapat, “waktu ia bicara tentang etika , ia membuat catatan bahwa hanya orang yang tahu apa itu etika (dalam arti: tuntutan untuk berlaku dengan baik), dapat belajar etika. Begitu pula hanya orang yang sudah tahu apa itu keadilan , dapat belajar tentang keadilan”. Maka disini suatu faham keadilan sederhana harus mencukupi. Adil pada hakikatnya berarti bahwa kita memberikan pada siapa saja yang menjadi haknya. Secara singkat keadilan menuntut agar kita jangan mau mencapai tujuan-tujuan termasuk yang baik dengan melanggar hak seseorang.
c. Prinsip hormat terhadap diri sendiri
Prinsip ketiga ini mengajarkan bahwa manusia waajib untuk selalu memperlakukan diri sebagai sesuatu yang bernilai pada dirinya sendiri, prinsip ini berdasarkan paham bahwa manusia adalah person. Pusat berpengertian dan berkehendak, yang memiliki kebebasan dan suara hati mahluk berakal budi. Maka manusia juga wajib memperlakukan dirinya sendiri dengan hormat. Prinsip ini mempunyai dua arah. pertama dituntut agar kita tidak membiarkan diri diperas, diperalat, diperbudak. Yang kedua , kita jangan sampai membiarkan diri terlantar berarti bahwa kita menyia-nyiakan bakat-bakat dan kemampuan yang dipercaya kepada kita.
Oleh karena itu sikap altruisme (altruisme adalah lawannya egoism, sikap orang yang seakan-akan sama sekali tidak memikirkan dirinya sendiri, melainkan melakukan segala apa bagian orang lain) secara psikologis sebenarnya merugikan.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kebaikan dan keadilan yang kita tunjukan kepada orang lain, perlu dimbangi dengan sikap yang menghormati dari kita sendiri sebagai mahluk yang bernilai kepada dirinya sendiri.

d. Hubungan antara tiga prinsip dasar
Secara kesimpulan dapat dikatakan bahwa prinsip keadilan dan hormat kepada diri sendiri merupakan syarat pelaksanaan sikap baik. Sedangkan prinsip sikap baik menjadi dasaar mengap sorang bersedia untuk bersikap adil. Dalam kehidupan nyata sikap dan tindakan kita hendaknya sesuai denan tiga prinsip dasar, tapi bagaiman prinsip=-prinsip tersebut terjadi tabrakan antara dua prinsip, tidak dapat diputuskan secara teoritis belaka. Kita harus ingat apa yang harus kita pelajari “etika situasi” yaitu bahwa perimbangan-pertimbangan moral yang teoritis tidak pernah mencukupi untuk menetuka seratus persen apa yang harus dilakukan seseorang dalam situasi konkret. Dalam bahasa para ahli etika dikaatakan bahwa norma-norma dan prinsip-prinsip moral hanya berlaku prima facie, artinya sejauh tidak ada pertimbangan tambahan yang menuntut penilaian khusus.
Akan tetapi ada sebuah prinsip atau patokan yang dapat sedikit membantu kita apabila kita ingin mengatur berbagai sudut yang masuk kedalam pertimbangan tentang kewajiban dan tanggung jawab yaitu prinsip keseimbangan dan proposionalitas. Prinsip ini mengatakan bahwa antara yang dikorbankan dan yang diutamakan harus ada keseimbangan bobot.
e. Dua tingkatan realitas
Prinsip ini mencerminkan suatu keyakinan sangat umum dalam filsafat barat yang mengutamakan manusia terhadap alam lain : sebagai mahluk yang berakal budi atau ber-logos (daya fikir bahasa yunani) manusia berpartisipasi kepada keterbatasan Ilahi dengan oleh karena itu merupakan nilai pada dirinya sendiri.
C. KONSEP MORAL DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN
Praktik keperawatan termasuk etika keperawatan mempunyai berbagai dasar penting seperti advokasi, akuntabilitas, loyalitas, kepedulian rasa haru dan menghormati sesame manusia (fry 1991 : lih, Creasia 1991)
1. Advokasi
Advokasi menurut ikatan keperawatan amerika/ ANA (1985) adalah melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompetan dan melanggar etika yang dilakukan oleh siapa pun Fry (1987) mendefinisikan advokat sebagai dukungan aktif terhadap setiap hal yang memiliki penyebab / dampak penting.
Gadow (1983 : lih, megan, 1989) advokasi merupakan dasar falsafah dan ideal keperawatan yang melibatkan bantuaan perawat secara aktif kepada individu untuk secara bebas menetukan nasibnya sendiri.
Pada dasarnya peran perawat sebagai advokat pasien adalah member informasi dan memberi bantuan kepada pasien, member informasi berarti memberi menyediakanpenjelasan informasi sesuai yang dibutuhkan pasien dalam menjalankan peran sebagai advokat, perawat harus menghargai pasien sebagai individu yang memiliki berbagai karakteristik.
2. Akutibilitas
Akuntibilitas mengandung arti dapat mempertanggung jawabkan suatu tindaakan yang dilakukan dan dapat menerima konsekuensi dari tindakan tersebut (Kozir Erb, 1991)
Fry (1990) mengatakan bahwa akuntabilitas mengandung dua komponen utama yakni, tanggung jawab dan tanggung gugat, yang berarti bahwa tindakan yang dilakukan perawat dilihat dari praktik keperawatan, kode etik dapat dibenarkan atau absan.
3. Loyalitas
Loyalitas merupakan konsep yang berbagai segi meliputi : simpati, peduli dan hubungan timbale balikterhadap pihak professional behubungan dengan perawat (Jameton, 1984 Fry, 1991 :lih cresia, 1991) loyalitas merupakan elemen pembentuk kombinasi manusia yang mempertahankan dan memperkuat anggota masyarakat keperawatan dalam mencapai tujuan.
Untuk mencapai kualitas asuhan keperawatan yang tinggi dan hubungan dengan berbagai pihak yang harmonis , maka aspek loyalitas harus dipertahankan olehsetiap perawat baik loyalitas baik loyalitas terhadap pasien, teman sejawat, rumah sakit maupun profesi untuk mewujudkan ini (AR, Tabbner, 1981 : lih Creasia, 1991) mengajukan berbagai argumentasi.
a. Masalah pasien tidak boleh didiskusikan dengan pasien lain dan perawat harus bijaksana bila informasi dari pasien harus didiskusikan secara professional
b. Perawat harus menghindari pembicaraan yang tidak bermanfaat (celotehan) dan berbagai persoalan yang berkaitan yang berkaitan dengan pasien, rumah sakit atau pekerja rumah sakit, harus didiskusikan dengan umum (terbuka dengan masyrakat)
c. Teman sejawat menghargai dan memberikan bantuan kepada teman sejawat, kegagalan dalam melakukan hal ini dapat menurnkan penghargaan dan kepercayaan kepada masyarakat
d. Pandangan masyarakat terhadap profesi keperawatan ditentukan oleh kelakuan anggota profesi (perawat), perawat harus menunjukan loyalitasnya terhadap profesi dengan berlaku secara tepat pada saat bertugas.
Jenjang perkembangan dari ajaran moral sampai kode etik
a. Ajaran moral :ajaran tentang bagaimana manusia harus hidup dan berbuat agar menjadi manusia yang baik
b. Moral : system moral atau konsesus social tentang motivaasi perilaku dan perbuatan tertentu dinilai dari baik atau buruk
c. Falsafah moral : falsafah atau penalaran moral yang menjelaskan mengapa perbuatan tertentu dinilai baik, sedangkan perbuatan lain buruk
BAB V
RUANG LINGKUP ETIKA KEPERAWATAN
A. ETIKA HUBUNGAN TIM KEPERAWATAN
Tim keperawatan terdiri dari semua individu yang terlibat dalam pemberian asuhan keperawatan kepada pasien. Komposisi anggota tim kesehatan bervariasi, tergantung pada tenaga keperawatan yang ada, sensus pasien, jenis unit keperawatan, dan program pendidikan keperawataan yang berafiliasi / bekerja sama (grippando, 1977).
Dalam kerja sama dengan sesame tim, semua perawat harus berprinsip dan ingat bahwa fokus dan semua upaya yang dilakukan adalah mengutamakan kepentingan pasien serta kualitas asuhan keperawatan. Untuk itu, semua perawat harus mampu mengadakan komunikasi secara efektif.
Karena latar belakang pendidikan, jenis pekerjaan maupun kemampuan perawat cukup bervariasi, maka dalam pemberian tugas asuhan keperawatan, perawat dibagi dalam beberpa kategori, misalnya perawat pelaksana, kepala bangsal, kepala unit perawatan, kepala seksi perawatan (supervisor), dan kepala bidang keperawatan. Dalam memberikan asuhan keperawatan, setiap anggota harus mampu mengkomunikasikaan dengan perawat anggita lain, dimana permasalahan etis dapat didiskusikan dengan sesama perawat atu atasannya.
B. HUBUNGAN KERJA PERAWAT DENGAN PAIEN / KLIEN
Seorang pasien dalam situasi menjadi pasien mempunyai tujuan tertent. Seorng perawat dalam menjadi perawat juga mempunyai tujuan tertentu. Kondisi yang dihadapi pasien merupakan penentu peran perawat terhadap pasien (husted dan husted, 1990).
Untuk menjelaskan peran perawat secara umum dapat digunakan kerangka yang mengacu pada pandangan dasar Hildegard E. peplav, tentang hubungan perawat-pasien, yang merupakan suatu teori yang mendasari nilai dan martabat manusia, dengan pengembangan rasa percaya, pengukuran pemecahan masalah (problem solving), dan kolaborasi.
Dalam konteks hubungan perawat pasien, perawat dapat berperan sebagai konselor pada saat pasien mengungkapkan kejadian dan perasaan tentang penyakitnya. Perawat dapat pula berperan sebagai pengganti orang tua (terutama pada pasien anak), sudara kandung, atau teman bagi pasien dalaam mengungkapkan perasaan-perasaannya.
Pada dasarnya hubungan antara perawat-pasien berdasarkan pada sifat alamiah perawat dan pasien. Dalam interaksi perawat-pasien, peran yang dimiliki masing-masing membentuk suatu kesepakatan atau persetujuan di mana pasien mempunyai peran dan hak sebagai pasien dan perawat mempunyai peran dan hak sebagai perawat.
Dalam konteks hubungan perawat-pasien maka setiap hubungan harus didahului dengan kontrak dan kesepakatan bersama, dimana pasien mempunyai peran sebagai pasien dan perawat sebagai perawat. Kesepakatan ini menjadi parameter bagi perawat dalam memutuskan setiap tindakan etis.
C. HUBUNGAN KERJA PERAWAT DENGAN TEMAN SEJAWAT
Sebagai anggota profesi keperawatan, perawat harus dapar bekerja sama dengan teman sesame perawat demi meningkatkan mutu pelayanan keperawatan terhadap pasien / klien. Perawat, dalam menjalankan tugasnya, harus dapat membina hubugan baik dengan semua perawat yang ada di lingkungan kerjanya. Dalam membina hubungan tersebut, sesama perawat harus terdapat rasa saling menghargai dan tenggang rasa yang tinggi agar tidak terjebak dalam sikap saling ciruga dan benci.
Tunjukkan sikap selalu memupuk rasa persaudaraan dengan silih asuh, silih asih, dan silih asah.
i. Silih asuh dimaksudkan adalah bahwa sesame perawat dapat saling membimbing, menasihati, menghormati, dan mengingatkan bila sejawat melakukan kesalahan atau kekeliruan, sehingga terbina hubungan kerja yang serasi.
ii. Silih asih dimakdsudkan bahwa setiap perawat dalam menjalankan tugasnya dapat saling mengahargai satu sama lain, saling kasih-mengasihi sebagai sesama anggota profesi, saling bertenggang rasa dan bertoleransi yang tinggi ssehingga tidak terpengaruh oleh hasutan yang dapat membuat sikap saling curiga dan benci.
iii. Silih asah dimaksudkan bahwa perawat yang merasa lebih pandai / tahu dalam hal ilmu pengetahuan, dapat membagi ilmu yang dimilikinya kepada rekan sesama perawat tanpa pemrih.
Contoh kasus :
Paulina, A. M. K, seorang perawat lulusan salah satu akademi keperawatan, baru saja bertugas disalah satu rumah sakit disuatu kabupaten (RS tipe C). Di rumah sakit tersebut, tenaganya sangat terbatas. Pada umumnya, tenaga yang ada adalah lulusan sekolah perawat kesehatan (SPK). Sedangkan lulusan akper hanya dua orang. Kepala bidang keperawatan dijabat oleh luliusan SPK yang sudah 20 tahun bertugas disana.
Kedatangan paulina cukup membuat perawat kurang menyenanginya karena paulina sering dipanggil oleh Direktur untuk berdiskusi tentang bagaimana menigkatkan mutu asuhan keperawatan dirumah sakit tersebut.
Dalam rangka membina hubungan antar perawat yang ada, baik dengan lulusan SPK maupun lulusan AKPER, perlu adanya sikap saling menghargai dan saling toleransi sehingga paulina dapat mengadakan pendekatan yang baik kepada Kepala Bidang Keperawatan dan juga perawat-perawat lain yang ada.
Bagitu pula kepala bidang keperawatan, yang ada dalam hal ini menjabat sebagai manager utama bidang keperawatan, harus dapat menunjukan sikap yang bijaksana, walaupun terdapat kesenjangan dari segi pendidikan. Namun, pengalaman 20 tahun yang ia miliki cukup membuatnya libh matang sebagai seorang manajer. Ia tidak perlu merasa tersaingi ataupun merasakan adanya ancaman terhadap jabatannya.
Dengan demikian, hubungan yang baik dan rasa saling menghargai dan menghormati antar perawat akan dapat terbina.
D. HUBUNGAN KERJA PERAWAT DENHAN PROFESI LAIN YANG TERKAIT
Dalam melaksanakan tugasnya, perawat tidak dapat bekerja tanpa berkolaborasi dengan profesi lain. Profesi lain tersebut diantaranya adalah dokter, ahli gizi, tenaga laboratorium, tebaga rontgen, dan sebagainya. Setiap tenaga profesi tersebut mempunyai tanggung jawab terhadap kesehatan pasien, hanya pendekatan saja yang berbeda disesuaikan dengan profesinya masing-masing.
Dalam menjalankan tugasnya, setiap profesi dituntut untuk mempertahankan kode etik profesi masing-masing. Kelancaran tugas masing-masing profesi tergantung dari ketaatannya dalam menjalankan dan mempertahankan kode etikprofesinya.
Bila setiap profesi telah dapat saling menghargai, maka hubngan kerja sama akan dapaat terjalin dengan baik, walaupunpada pelaksanaannya sering juga terjadi konflik-konflik etis.
Contoh kasus :
Perawat ranti, S.Kp. adalah lulusan Fakultas Ilmu Keperawatan yang bertugas diruang ICU rumah sakit tipe B. dalam menjalankan tugasnya, ranti sangat berdisiplin dan teliti terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan pasien. Oleh Karena itulah, ranti sangan dipercaya oleh dokter jaga yang bernama dr. alex.
Bila ranti berrtugas dengan waktu yang bersamaan dengan dr. alex, ranti selalu mendapat pesan bahwa dr. alex tidak dapat hadir dan diberi petunjuk atau protocol bila terjadi perubahan kondisi pasiennya dan ranti diwajibkan melapor melalui telepon atau ponselnya.
Dalam hal ini, seharusnya ranti dan dr. alex mempunyai tanggung jawab yang berbeda baik dalam menjalankan tugasnya maupun tanggung jawab terhadap pasien. Walaupun ranti dapat menjalankan tugasny dengan baik, akan tetapi, terjadi konflik-konflik dalam nilai-nilai pribadinya, apakah ia perlu menjelaskan pada dr. alex bahwa tanggung jawab tuga mereka berbeda, dan tidak dapat dilimpahkan begitu saja padanya tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan atau apakah perlu melaporkan kepada pihak rumah sakit bahwa dr.alex sering tidak hadir untuk menjalankan tugasnya sebagai dokter jaga.
Hal ini perlu dipertimbangkan dengan matang agar kerja perawat dan dokter tersebut dapaat tetap terjalin dengan bik dan dapat berperan sesuai profesinya masing-masing.
E. HUBUNGAN KERJA PERAWAT DENGAN INSTITUSI TEMPAT PERAWAT BEKERJA
Seorang perawat yang telah menyelesaikan pendidikan, baik tingkat akademi maupun tingkat sarjana, memerlukan suatu pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya baik di bidang pengetahuan, keterampilan, maupun profesionalisme.
Memperoleh pekerjaan yang benar- benar sesuai dengan kemampuan standar yang telah digariskan oleh pendidikan yang telah diikutinya sangatlah sulit karena besarnya persaingan antara jumlah tenaga yang ada dengan sedikitnyaa jumlah lahan tempat bekerja. Oleh karena itu, banyak yang beranggapan bahwa yang penting bekerja dulu, sedangkan masalah penempatan kerja sesuai atau tidak, akan dipikirkan kemudian.
Hal ini sangat berpengaruh terhadap motivasi untuk bekerja. Bila pekerjaan yang diberikan sesuai dengan keinginan dan kemampuan, maka motivasi kerja akan meningkat, tetapi bila pekerjaan yang didapatkan tidak sesuai dengan keinginan dan cita-cita, maka akan terjadi penurunan motivasi kerja yang menjurus terjadinya konflik antara nilai-nilai sebagai perawat dengan kebijakan institusi tempaat bekerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar