Selasa, 18 Oktober 2011

posyandu anak sekolah BIAS

Kamis, 13 Oktober 2011

ASKEP BLADER NEOPLASMA


ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN BLADER NEOPLASMA

  Sebagian besar tumbuh dalam lumen kandung kemih.
  Cancer tersering pada saluran kemih.
  Jumlah 3 % dari semua kematian karena kanker
  Sering pada usia 50 – 70 tahun
  Laki-laki 2 – 3 kali dari wanita

FAKTOR RESIKO
  Paparan dari sigaret rokok (mayor)
  Radiasi pelvis, penggunaan siclophosphamide, Kronik sistitis, batu buli-buli

PENGKAJIAN
·         Tanyakan klien tentang perubahan dalam urinase, catat adanya perubahan warna, frekuensi dan jumlah urine
·         Hematuri disertai nyeri merupakan tanda pertama kanker blader, biasanya intermittent yang mana sering menyebabkan hambatan dalam mencari pelayanan diagnostik.
·         Akibat perkembangan penyakit klien mengalami iritable blader dengan disuria. Akhirnya gross hematuria, obstruksi atau vistula mendorong klien mencari pengobatan.

PENGKAJIAN DIAGNOSTIK
·         Urinalisis menunjukkan adanya darah dalam urine.
·         Sistoscopy dikerjakan untuk melihat tumor secara langsung dan untuk biopsi.
·         Sitologi.
·         IVP mengevaluasi kandung kemih, uriter dan ginjal.
NURSING INTERVENSI
  1. Resiko tinggi injury berhubungan dengan radiasi terapi dan kemoterapi .

Kriteria:
Klien tidak berkembang dengan masalah yang berhubungan dengan terapi radiasi dan kemoterapi yang ditandai dengan tidakadanya sistitis hemoragik

Intervensi  :
  Pemberian anti spasmodik
  Peningkatan asupan cairan klien
  Pemberian antiseptik traktus urinarius untuk sistitis.
  Klien dengan proctitis memerlukan diet rendah serat dan agen untuk menurunkan motilitas usus

  1. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan pemeriksaan diagnostik, pembedahan dan diversi urine

Kriteria:
Klien mengerti tentang pemeriksaan diagnostik, pembedahan dan perawatan diversi urine ditandai dengan pernyataan klien dan kemampuan demonstrasi terhadap perawatannya.

Intervensi  :
  Persiapan preop klien yang mengalami diversi urine.
  Pendidikan mengenai diversi urine.
  Mendorong penerimaan terhadap fakta dan hasil eliminasi urine melalui kulit rektum atau stoma khusus.
  Persiapan fisik dan emosi secara umum.
  Perlu perhatikan saluran cerna : non residu diet untuk beberapa hari, sterilisasi usus, enema atau katartic.
  Seleksi klien sebelum pemasangan stoma
  Sarankan klien untuk mencegah kontak urine dengan kulit, untuk mencegah iritasi kulit akibat diversi urine.
  Bersihkan stoma dengan sabun, air lalu dikeringkan pada setiap penggantian kantong urine.

  1. Gangguan eliminasi urine (disuria ) berhubungan dengan adanya tumor.

Kriteria:
            Klien akan terdiagnosis dini untuk mengeliminasi dysuria.

Intervensi  :
  pemasangan indwelling kateter.
  CBI untuk mencegah blood clot
  Intervensi pada TUR – P (intek cairan, analgesik dan antispasmodik seperlunya)

4.      Gangguan harga diri dan body image
Perubahan route aliran dan miksi akan merubah self image meliputi perubahan emosi, Psikososial dan reaksi persepsi

      Kreteria :
Klien akan mempunyai konsep diri, body image dan self esteem yang normal setelah Diversi urine.

         Intervensi   : 
  Konseling preoperasi : perubahan anatomi fisiologi dan kemungkinan afeknya Pada klien
  Konseling cara mempertahankan gaya hidup
  Bantu klien mencari stoma dan menerimanya sebagai bagian hidupnya
5.      INJURI, HIGH RISK bd. Komplikasi post op (perdarahan, paralitik illeus, iskemic stoma, bloking kateter urethral

      Kriteria  :
Klien tak akan mengalami komplikasi post op ditandai tanda vital normal, suara bising usus aktif dalam 3  –  4 jam post operasi, stoma merah muda, produksi urine  30  -  60  ml  /  jam.

      Intervensi  :
                       Monetor rurin tanda vital
                       Inspeksi insisi
                       Hubungan nefrostomi tube pada bed side drainage
                       Jaga sistem drainage tertutup
                       Jaga patensi tube drainage untuk mencegah obstruksi
      Intervensi postop diversi secara umum
    Ukur output urine setiap jam  / 24 jam pertama, selanjutnya setiap 8 jam
    Check kebocoran ostomy back dan kulit terhadap iritasi tiap 4 jam, kemudian 8 jam
    Inspeksi stoma tiap jam / 24 jam post op
    Catat ukuran stoma, bentuk dan warna. Warna sianotic stoma, insufisiensi supply darah
    Penyebab insufisiensi : tehnik pembedahan, pemasangan plate yang terlalu kecil
    Periksa tanda peritonitis akibat kebocoran anastomis
    Observasi perdarahan 

6.      Skin integrity, High Risk impaired b.d iritasi periostomal.

Kriteria  :
Klien tidak akan berkembang pada gangguan integritas kulit, atau iritasi periotomal yang ditandai kulit intact dan bersih

Intervensi  :
·         Check pH urin
·         Check kantong urine terhadap kebocoran dan apakan kulit sensitif terhadap bahan tersebut
·         Ganti kantong selama tidak bocor (terlalu sering diganti menyebabkan iritasi)
·         Selama kantong diganti biarkan kontak dengan udara sebanyak mungkit
·         Berikan nystatin pada sekitar stoma

ATRESIA ANI


ATRESIA ANI

A.    Pengertian

            Atresia Ani / Atresia Rekti adalah ketiadaan atau tertutupnya rectal secara congenital (Dorland, 1998).
            Suatu perineum tanpa apertura anal diuraikan sebagai inperforata. Ladd dan Gross (1966) membagi anus inperforata dalam 4 golongan, yaitu:
  1. Stenosis rectum yang lebih rendah atau pada anus
  2. Membran anus menetap
  3. Anus inperforata dan ujung rectum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dari peritoneum
  4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rectum yang buntu
            Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula, pada bayi wanita yang sering ditemukan fisula rektovaginal (bayi buang air besar lewat vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektobrinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir dikandung kemih atau uretra serta jarang rektoperineal.

B.     Pathofisiologi



C. Ganbaran Klinik

            Pada sebagian besar anomati ini neonatus ditemukan dengan obstruksi usus. Tanda berikut merupakan indikasi beberapa abnormalitas:
1.      Tidak adanya apertura anal
2.      Mekonium yang keluar dari suatu orifisium abnormal
3.      Muntah dengan abdomen yang kembung
4.      Kesukaran defekasi,  misalnya dikeluarkannya feses mirip seperti stenosis
            Untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi baru lahir harus dilakukan colok anus dengan menggunakan termometer yang dimasukkan sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking yang memakai sarung tangan. Jika terdapat kelainan, maka termometer atau jari tidak dapat masuk. Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum. Gejala akan timbul dalam 24-48 jam setelah lahir berupa perut kembung, muntah berwarna hijau.

D. Pemeriksaan Penunjang

  1. X-ray, ini menunjukkan adanya gas dalam usus
  2. Pewarnaan radiopak dimasukkan kedalam traktus urinarius, misalnya suatu sistouretrogram mikturasi akan memperlihatkan hubungan rektourinarius dan kelainan urinarius
  3. Pemeriksaan urin, perlu dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat mekonium

E. Penatalaksanaan

  Medik:
1.      Eksisi membran anal
2.      Fistula, yaitu dengan melakukan kolostomi sememtara dan setelah umur 3 bulan dilakukan koreksi sekaligus
  Keperawatan
               Kepada orang tua perlu diberitahukan mengenai kelainan pada anaknya dan keadaan tersebut dapat diperbaiki dengan jalan operasi. Operasi akan dilakukan 2 tahap yaitu tahap pertama hanya dibuatkan anus buatan dan setelah umur 3 bulan dilakukan operasi tahapan ke 2, selain itu perlu diberitahukan perawatan anus buatan dalam menjaga kebersihan untuk mencegah infeksi. Serta memperhatikan kesehatan bayi.

F. Diagnosa Keperawatan

1.      Gangguan eliminasi BAK b.d Dysuria
2.      Gangguan rasa nyaman b.d vistel rektovaginal, Dysuria
3.      Resti infeksi b.d feses masuk ke uretra, mikroorganisme masuk saluran kemih
4.      Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah, anoreksia
5.      Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d trauma jaringan post operasi
6.      Resti infeksi b.d perawatan tidak adekuat, trauma jaringan post operasi
7.      Resti kerusakan integritas kulit b.d perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak terkontrol


























q  Gangg. pertumbuhan
q  Fusi
q  Pembentukan anus dari tonjolan embriogenik


ATRESI ANI
 
G. Path Ways





 

























Resti kerusakan integritas kulit
 

Gngguan rasa nyaman
 

Resti Infeksi
 
 

























G.  Intervensi
DP
Tujuan
Intervensi
Gangguan eliminasi BAK b.d vistel rektovaginal, Dysuria




Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d vistel rektovaginal, Dysuria






Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mual, muntah, anoreksia




Nyeri b.d trauma jaringan post operasi (Kolostomi)












Resti kerusakan integritas kulit b.d perubahan pola defekasi, pengeluaran tidak terkontrol







Tidak terjadi perubahan pola eliminasi BAK setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan KH:
  Pasien dapat BAK dengan normal
  idak ada perubahan pada jumlah urine

Pasien merasa nyaman setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan KH:
q  Nyeri berkurang
q  Pasien merasa tenang






Tidak terjadi kekurangan nutrisi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam dengan KH :
q  Pasien tidak mengalami penurunan berat badan
q  Turgor pasien baik
q  Pasien tidak mual, muntah
q  Nafsu makan bertambah
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 24 jam pertama dengan KH:
q  Nyeri berkurang
q  Pasien merasa tenang
q  Tidak ada perubahan tanda vital








Tidak terjadi kerusakan integritas kulit setalah dilakukan tindakan keperawatan 24 jam pertama dengan KH:
q  Mempertahankan integritas kulit
q  Tidak terdapat tanda-tanda kerusakan integritas kulit
q  Mengindentifisikasi faktor resiko individu
¨      Kaji pola eliminasi BAK pasien
¨      Awasi pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine
¨      Selidiki keluhan kandung kemih penuh
¨      Awasi/observasi hasil laborat
¨      Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

¨      kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien
¨      Ajarkan teknik relaksasi distraksi
¨      Berikan posisi yang nyaman pada pasien
¨      Jelaskan penyebab nyeri dan awasi perubahan kejadian
¨      Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi


¨      Kaji KU pasien
¨      Timbang berat badan pasien
¨      Catat frekuensi mual, muntah pasien
¨      Catat masukan nutrisi pasien
¨      Beri motivasi pasien untuk meningkatkan asupan nutrisi
¨      Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pengaturan menu
¨      Kaji tingkat nyeri yang dirasakan pasien
¨      Berikan penjelasan pada pasien tentang nyeri yang terjadi
¨      Berikan tindakan kenyamanan, yakinkan pada pasien bahwa perubahan posisi tidak menciderai stoma
¨      Ajarkan teknik relaksasi, distraksi
¨      Bantu melakukan latihan rentang gerak
¨      Awasi adanya kekakuan otot abdominal
¨      Kolaborasi pemberian analgetik


¨      Lihat stoma/area kulit peristomal pada setiap penggantian kantong
¨      Ukur stoma secara periodik misalnya tia perubahan kantong
¨      Berikan perlindungan kulit yang efektif
¨      Kosongkan irigasi dan kebersihan dengan rutin
¨      Awasi adanya rasa gatal disekitar stoma
¨      Kolaborasi dengan ahli terapi.



DAFTAR PUSTAKA


   Brunner and Suddarth. (1996). Text book of Medical-Surgical Nursing. EGC. Jakarta.
   Doengoes Merillynn. (1999) (Rencana Asuhan Keperawatan). Nursing care plans. Guidelines for planing and documenting patient care. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC. Jakarta.
   Dorland. (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorlana. Alih Bahasa: Dyah Nuswantari Ed. 25. Jakarta: EGC
   Prince A Sylvia. (1995). (patofisiologi). Clinical Concept. Alih bahasa : Peter Anugrah EGC. Jakarta.
Long, Barbara. C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Terjemahan: Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan. USA: CV Mosby